Hama Tanaman

Jenis Hama
Tugas yang ke-8 ini mencari tau tentang jenis-jenis hama yang menyerang benih ditempat penyimpanan ( hama gudang ).Dan cara pengendalian yang dilakukan terhadap hama tersebut.
S. zeamais Motsch,

 dikenal sebagai dengan maize weevil atau kumbang bubuk, mengalami metamorfosis sempurna dan merupakan serangga yang bersifat polifag, selain menyerang jagung, juga beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kedelai, kelapa, dan jambu mete (Cotton 1963, Kranz et al. 1980). S.zeamais lebih menyukai jagung dan beras (Haines 1991; Kalshoven 1981). Hama tersebut merusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga menyerang tongkol jagung di pertanaman. Kumbang mempunyai spot lebih terang pada permukaan sayap (Vera and Burkholder 1995). Kumbang meletakkan telur satu per satu pada lubang gerekan, kemudian lubang ditutup kembali dengan zat seperti gelatin yang berfungsi sebagai sumbat telur atau egg plug (Haines 1991). Keperidian imago berkisar antara 300-400 butir telur; stadia telur kurang lebih 6 hari pada suhu 250C (Subramanyam and Hagstrum 1995, Granados 2000). Telur menetas menjadi larva, kemudian menggerek biji dan hidup dalam liang gerek yang semakin besar, sesuai dengan perkembangan larvanya. Larva terdiri atas empat instar, dengan umur kurang lebih 20 hari pada suhu 250C dan kelembaban nisbi 70%. Pupa terbentuk di dalam biji dengan cara membentuk ruang pupa dengan mengekskresikan cairan pada dinding liang gerek (Subramanyam and Hagstrum 1995).
Stadium pupa berkisar antara 5-8 hari (Bergvinson 2002). Imago yang terbentuk berada di dalam biji selama beberapa hari sebelum membuat lubang keluar dengan mulut melalui perikarp. Siklus hidupnya berkisar antara 30-45 hari pada kondisi suhu optimum 290C, kadar air biji 14% dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan populasi sangat cepat bila kadar air bahan pada saat disimpan di atas 15%. Pada populasi yang tinggi, kumbang bubuk cenderung berpencar (Kalshoven 1981). Imago dapat bertahan hidup cukup lama yaitu 3-5 bulan jika tersedia makanan dan sekitar 36 hari tanpa makan (Haines 1991).

 Cara Pengendalian
 Pengelolaan tanaman.
Serangan di lapang dapat terjadi jika tongkol terbuka. Pengelola tanaman untuk meminimalkan serangan hama, terutama penggerek batang dan penggerek tongkol, dapat mengurangi serangan kumbang bubuk di lapang. Tanaman yang kekeringan dan dengan pemberian pupuk dengan takaran rendah mudah terinfeksi busuk tongkol, sehingga mudah pula terserang hama kumbang bubuk. Panen yang tepat pada saat jagung mencapai masak fisiologis yang ditandai oleh adanya lapisan hitam pada ujung biji bagian dalam dapat mengurangi serangan kumbang bubuk. Panen yang tertunda dapat menyebabkan meningkatnya kerusakan biji di penyimpanan (Tandiabang et al. 1996).

 Varietas tanaman.
Penggunaan varietas yang mengandung asam fenolat tinggi dan asam amino rendah dapat menekan perkembangan kumbang bubuk. Galur yang relatif tinggi kandungan asam fenolat dan asam aminonya antara lain adalah ACROSS 8762, S99 TL WQ (F/D), S99 TL YQ-A, dan TOMEGIUM (Tenrirawe 2004). Varietas yang mempunyai penutupan kelobot yang baik disukai oleh petani yang menyimpan jagungnya dalam bentuk kelobot, karena dapat memperlambat serangan hama kumbang bubuk.
Varietas tahan masih dalam tahap penelitian dan perakitan di CIMMYT, Meksiko. Mekanisme ketahanannya sudah diketahui, yaitu mempunyai kekerasan biji dan tingginya kandungan asam ferulik atau asam fenolat (Bergvinson 2002).

 Kebersihan dan pengelolaan gudang.
Kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan hibernasi pada saat gudang kosong. Oleh karena itu, pengendalian hama di dalam gudang difokuskan pada kebersihan gudang. Higienis adalah aspek penting dalam strategi pengendalian terpadu, yang bertujuan untuk mengeliminasi populasi serangga yang dapat terbawa pada penyimpanan berikutnya. Taktik yang digunakan termasuk membersihkan semua struktur gudang dan membakar semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari gudang. Karung-karung bekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang. Semua struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding yang retak-retak di mana serangga dapat bersembunyi, dan memberi perlakuan insektisida pada dinding maupun plafon gudang. Semua kegiatan ini harus diselesaikan dua minggu sebelum.

 penyimpanan jagung.
Persiapan biji jagung yang disimpan. Parameter penting yang dapat mempengaruhi kualitas biji, adalah kadar air biji. Kadar air biji <12% dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Pada kadar air 8%, kumbang bubuk tidak dapat merusak biji (Bergvinson 2002). Populasi kumbang bubuk meningkat pada kadar air biji 15% atau lebih. Pengendalian secara fisik dan mekanis. Lingkungan perlu dimanipulasi secara fisik agar tidak terjadi pertambahan populasi serangga. Pada suhu lebih rendah dari 50C dan di atas 350C, perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk (Paul and Muir 1995). Sortasi dengan memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh) termasuk cara untuk menekan perkembangan serangga.  Bahan nabati. Bahan nabati yang digunakan untuk melindungi biji di penyimpanan bervariasi, bergantung pada daerah dan masyarakatnya serta ketersediaan tanaman dan metode penyediaannya. Bahan nabati yang dapat digunakan yaitu daun Annona sp., Hyptis spricigera, Lantana camara (Bergvinson 2002), daun Ageratum conyzoides, dan Chromolaena odorata (Bouda et al. 2001), akar Khaya senegelensis, Acorus calamus, bunga Pyrethrum sp., Capsicum sp., dan tepung biji Annona sp. dan Melia sp. (Bergvinson 2002).  Pengendalian hayati. Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami dimaksudkan untuk menurunkan atau menekan populasi hama. Penggunaan agensi patogen dapat mengendalikan kumbang bubuk. Aplikasi Beauveria bassiana pada konsentrasi 109 konidia/ml dengan takaran 20 ml/kg biji dapat membunuh 50% kumbang bubuk (Hidalgo et al. 1998). Penggunaan parasitoid Anisopteromalus calandrae (Howard) juga mampu menekan perkembangan kumbang bubuk (Brower et al. 1995; Haines 1991).  Fumigasi. Fumigan merupakan senyawa kimia, yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem pernafasan. Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas, kemudian ditutup rapat dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula dilakukan pada penyimpanan sistem kedap udara, seperti penyimpanan dalam silo dengan menggunakan kaleng yang dibuat kedap udara atau pengemasan dengan menggunakan jerigen plastik, botol yang diisi sampai penuh kemudian mulut botol atau jerigen dilapisi dengan parafin untuk penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan yang paling banyak digunakan adalah phospine (PH3) dan methyl bromida (CH3Br) (Anonim 2000, Subramanyam and Hagstrum 1995).

PENGUJIAN DAYA HASIL DAN UJI MULTILOKASI TANAMAN KACANG – KACANGAN

Tugas : Pengujian daya hasil dan pengujian multilokasi pada tanaman kacang-kacangan
Nama : Fitria Agustina S
B. Peminatan : Teknlogi benih

PENGUJIAN DAYA HASIL DAN UJI MULTILOKASI TANAMAN KACANG – KACANGAN

Pemuliaan partisipatif
Pemuliaan tanaman secara sederhana didefinisikan sebagai upaya untuk mendapatkan varietas yang lebih unggul dari varietas yang sudah ada. Keunggulan suatu varietas dapat dinilai berdasarkan hasil, mutu hasil, ketahanan terhadap hama penyakit dan toleransi terhadap cekaman lingkungan abiotik. Tolok ukur keunggulan varietas mengisyaratkan bahwa pemuliaan tanaman memerlukan kerja sama berbagai bidang keahlian, terutama genetika, biologi, ekofisiologi, entomologi, fitopatologi dan statistika.


Pemuliaan tanaman merupakan proses yang berjenjang dan bertahap hingga dilepasnya varietas unggul baru. Proses ini memerlukan waktu 5-7 tahun. Terdapat tiga kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman, yakni: (1) pembentukan populasi dasar yang memiliki keragaman genetik untuk karakter yang diperbaiki; (2) pembentukan galur-galur sebagai unit seleksi dari populasi dasar; dan (3) seleksi galur melalui uji daya hasil. Semua tahapan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh lembaga penyelenggara pemuliaan, namun untuk tahapan tertentu dapat pula dikerjakan bersama-sama dengan pihak lain (partisipan) seperti petani, penyuluh,
dosen, mahasiswa, dan pengkaji.
Tujuan pemuliaan partisipatif adalah untuk meningkatkan efisiensi sumberdaya dan produktivitas program pemuliaan dalam menghasilkan varietas unggul. Bagi Indonesia yang memiliki keragaman agroekosistem, pemuliaan partisipatif memungkinkan bagi terbentuknya varietas deskriminatif, sesuai dengan yang diinginkan.
Pengujian daya hasil pendahuluan, daya hasil lanjutan, uji multilokasi, dan uji adaptasi pada prinsipnya termasuk dalam tipe percobaan yang sama yaitu tipe uji keturunan yang menggunakan ulangan. Hal yang menbedakan diantara semua tipe pengujian daya hasil tersebut adalah tingkat generasi silang sendiri dari galur yang diuji.

Uji Daya Hasil
Berbagai galur yang dihasilkan dari kegiatan pembentukan galur digunakan sebagai unit seleksi melalui uji daya hasil. Pada uji daya hasil, tolok ukur seleksinya adalah hasil per petak dan pengamatan karakter lain dilakukan juga per petak. Pemilihan galur menggunakan varietas pembanding dari tetua terbaiknya dan dengan varietas unggul populer. Karenanya, uji daya hasil menggunakan berbagai rancangan seperti acak kelompok dengan beberapa ulangan.
Uji daya hasil dibedakan ke dalam uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjut (UDHL), dan uji multilokasi (UML). Pada uji daya hasil pendahuluan, jumlah galur yang diuji banyak, namun benih yang tersedia belum banyak, sehingga UDHL umumnya dilakukan pada satu lokasi dan satu musim dan ukuran petaknya seringkali belum mencapai ukuran minimum 8 m2. Pada UDHL, galur yang diuji biasanya berkisar 5-10% dari total galur UDHP dan dilakukan sedikitnya di dua lokasi dalam dua musim. Tujuannya adalah untuk menghindari
kesalahan pemilihan galur karena pengaruh interaksi galur, musim, dan lokasi. Galur yang terpilih dalam UDHL berkisar 2,5-5% dan disebut sebagai galur harapan, yang selanjutnya dipilih lagi yang terbaik melalui uji multilokasi dalam delapan lokasi dalam dua musim tanam di setiap lokasi. Satu-dua galur harapan terpilih dari uji multilokasi diusulkan untuk dilepas sebagai varietas unggul baru. Waktu yang diperlukan sejak persilangan hingga usulan pelepasan varietas berkisar 10-11 musim tanam, atau 5,0-5,5 tahun. Hal tersebut menyiratkan besarnya tenaga, biaya, dan fasilitas pendukung agar benih bertahan hidup selama proses seleksi. Dalam kaitan itu, pemuliaan partisipatif memiliki arti penting, efisien dalam pengujian pada lingkungan yang beragam, agar dihasilkan varietas deskriminatif atau varietas yang beradaptasi khusus.
Seleksi melalui uji daya hasil merupakan tahap paling kritis dalam kegiatan pemuliaan karena terbentur pada waktu, tenaga dan biaya. Telah banyak upaya yang dilakukan, terutama melalui pendekatan statistik, yang hasilnya di lapangan belum memuaskan karena waktu dan biaya pengujian masih cukup besar. Karenanya, diperlukan upaya lain tetapi dari sisi statistik masih dapat diterima dan secara ekomomi layak. Banyak kajian telah dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut, namun umumnya melalui pendekatan statistik, yakni upaya untuk menekan galat percobaan sekecil mungkin melalui uji berdasarkan kombinasi optimum ulangan, musim, dan lokasi (LeCreg, 1966). Mak et al. (1978) menyarankan penggunaan analisis peragam
untuk mengurangi pengaruh keragaman tanah. Sayangnya, hal itu belum dikembangkan ke dalam suatu sistem analisis yang lengkap (Busey, 1983). Bagi negara seperti Indonesia yang memiliki keragaman lingkungan sangat besar, namun dalam luasan yang sempit, McWhirter (1994) menyarankan agar pengujian galur dilakukan di lahan petani. Dengan cara tersebut, tahap seleksi akhir dilakukan oleh petani. Pengenalan varietas dan perbanyakan benih dapat dilakukan sekaligus sehingga efisiensi waktu pemuliaan dapat dicapai.
Perlunya alternatif program untuk mengatasi masalah biaya tinggi dan waktu panjang dalam pengujian galur didasarkan pada kenyataan bahwa:
1. Pengujian galur pada program pemuliaan konvensional berskala kecil. Hal tersebut dinilai mahal karena sifatnya padat karya dan akan menambah waktu dalam menghasilkan varietas.
2. Tuntutan mengumpulkan data dalam beberapa musim dari berbagai lokasi akan menyita waktu lama.
3. Program pengujian rawan terhadap kegagalan karena data hilang, gangguan musim (kekeringan dan kebanjiran), serangan organisme pengganggu yang berakibat pada bertambah lamanya waktu pengujian.
4. Waktu yang diperlukan untuk pengujian adalah empat musim (dua musim penghujan dan 2 musim kemarau) jika interaksi genotipe x lingkungan dapat diabaikan, tetapi perlu 6-8 musim bila pengumpulan data semua musim dan lokasi merupakan syarat penting bagi suatu galur untuk dilepas sebagai varietas.
5. Waktu pengujian yang lama tanpa adanya jaminan terhadap keberhasilan dalam melepas varietas kurang menarik bagi penyandang dana dalam membiayai pengujian yang mungkin tertarik untuk memegang lisensi bila varietas dilepas.
6. Pengujian galur manjadi dilema, karena tanpa melalui tahap pengujian galur maka tidak ada program pemuliaan dan tidak akan ada varietas yang dilepas.
Pengujian atau seleksi harus mendapatkan keuntungan/kamajuan seleksi yang besar, yang secara matematik dirumuskan sebagai berikut:
Xt = Xo + D G

dimana:
Xt = nilai tengah galur setelah seleksi
Xo = nilai tengah galur sebelum seleksi
DG = keuntungan genetik dari seleksi.
D G = k.p.S2g /{y(S2g + S2ge + S2e)}
dimana:
k = intensitas seleksi dalam unit standar
p = kontrol polinasi
S2g = ragam genetik tersedia di dalam galur
S2ge = ragam interaksi genotipe dan lingkungan
S2e = ragam lingkungan
Y = waktu yang diperlukan dari pembentukan populasi hingga pengujian.
Guna memperbesar keuntungan atau kemajuan seleksi, maka intensitas seleksi, kontrol polinasi, dan ragam genetik aditif harus besar, dengan waktu (y), ragam interaksi genotipe dan lingkungan serta ragam lingkungan harus kecil. Intesitas seleksi (k) akan besar bila:
o galur yang diuji banyak (>200 galur)
o persentase galur yang dipilih kecil
o untuk intensitas seleksi 2, 5, 10, 20, dan 30%, nilai k berturut-turut adalah 2,42, 2,06, 1,76, 1,40, dan 1,16 (Allard, 1960).
Kontrol polinasi (p):
o p = 1 untuk tanman berserbuk-sendiri, karena gamet jantan dan betina yang dipilih berasal dari tanaman itu sendiri.
o Pada tanaman berserbuk-silang, p = 0,5 bila hanya induk betina yang dipilih, dan induk jantan berasal dari populasi (misal seleksi massa pada jagung). p = 1 bila gamet jantan DNA betina dipilih.
Ragam genetik aditif besar jika:
o galur yang diuji banyak,
o galur yang diuji berkerabat jauh (misalnya asal F2),
o galur yang diuji mendekati homosigot, dan
o galur yang diuji berasal dari hasil silangan di antara tetua yang memiliki latar belakang genetik yang berbeda.
Waktu (y) akan kecil jika:
Semakin singkat waktu yang diperlukan dari pembentukan populasi dasar hingga pengujian semakin efisien program pemuliaan, karena biaya yang diperlukan untuk membuat varietas semakin rendah.
Cara:
• 2-3 kali tanam/tahun
• menggunakan skema seleksi SSD (single seed descent)
• uji daya hasil mulai dari F4/F5.
Memperkecil GE dan E dengan:
1. Uji di lingkungan yang relatif homogen dan representatif
2. Kombinasi ulangan, musim dan lokasi optimum.
3. Penguasan terhadap kontrol lokal suatu percobaan memadai.

Uji Multilokasi
Tujuan
1. Menguji potensi hasil, ketahanan terhadap hama/penyakit dan sifat-sifat agronomis lainnya dari beberapa galur harapan tanaman kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang tunggak, kacang gude, kacang komak dan kacang panjang) di berbagai daerah sentra produksi tanaman yang bersangkutan sedikitnya dalam dua musim tanam (MP dan MK).
2. Mengidentifikasi galur harapan yang memiliki adaptasi khusus di daerah sentra produksi, termasuk preferensi petaninya.
3. Mendapatkan data hasil dan sifat agronomi penting sedikitnya dari 16 lokasi percobaan dari 8 lokasi sentra produkai dalam 2 kali percobaan (MK dan MP).
4. Memberikan bimbingan teknis bagi peneliti BPTP sehingga dapat berperan aktif sebagai seleksionis (co-breeder).

1. Pemilihan Lokasi
1. Lokasi untuk uji multilokasi hendaknya ditempatkan di daerah sentra produksi komoditas yang bersangkutan.
2. Letak lokasi diusahakan sedemikian rupa sehingga dapat mewakili daerah sentra produksi, mudah dicapai untuk memudahkan pengawasan dan pelaksanaan, mudah dilihat oleh umum/petani.
3. Lahan yang digunakan untuk percobaan seyogianya milik petani, namun lahan lainnya dapat digunakan asal sesuai dengan butir (a) dan (b) di atas. Bila menggunakan lahan milik petani diusahakan dipilih petani maju yang responsive terhadap teknologi dan bersedia membantu pelaksanaan percobaan.
4. Lahan untuk uji multilokasi diusahakan kesuburannya merata, drainasenya baik dan dapat menampung semua perlakuan (galur) dalam satu petakan.
5. Dalam pemilihan lokasi agar dihindari pemilihan lokasi yang merupakan daerah endemik hama/penyakit, daerah yang sering tergenang air, lahan miring, lahan terlindung, lahan dekat penggembalaan ternak dll. yang menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal atau dapat menggagalkan percobaan.
6. Dalam pemilihan lokasi agar dihindari lahan bekas pertanaman dari komoditas sejenis.

2. Pengolahan tanah
1. Tanah untuk uji multilokasi agar diolah sempurna, sehingga struktur tanah cukup baik, bebas dari gulma/tanaman sebelumnya. Pengolahan tanah dengan 2 kali bajak dan 2 kali garu serta diratakan dengan memadai.
2. Setelah tanah diratakan, diteruskan dengan pembuatan petakan/guludan yang ukurannya sesuai dengan ketentuan untuk masing-masing komoditas dan arah petakan mengikuti arah kesuburan tanah.
3. Saluran drainase dibuat di antara petakan dengan lebar sekitar 30 cm dan dalam 20 cm.
4. Petak minimum. Petak minimum bersih, untuk percobaan multilokasi tanaman kedelai, kacang tanah, kacang hijau adalah 8 m2, atau setiap galur ditanam dalam 4 baris sepanjang 5 m. Dengan menambah dua barisan tanaman pinggir, maka diperoleh petak minimum percobaan kedelai, kacang tanah, kacang hijau harus dapat menampung 6 baris tanaman sepanjang 5 m untuk setiap galur. Misal dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm, maka akan diperoleh petak minimum seluas 2,4 m x 5 m, atau 12 m2.

3. Persiapan tanam
Waktu tanam mengikuti waktu dan pola tanam setempat serta diusahakan bersamaan dengan pertanaman penduduk sekitarnya. Sebagai pedoman waktu tanam yang baik untuk:
1. Lahan kering: pada lahan kering kedelai, kacang hijau, dan kacang tunggak ditanam pada awal musim penghujan yaitu bulan Oktober-November, sehingga panen jatuh pada musim kemarau. Untuk kacang tanah biasanya ditanam sesudah tanaman jagung dipanen, yaitu bulan Februari-Maret tergantung dari tipe iklim setempat.
2. Lahan sawah: kedelai, kacang hijau, dan kacang tunggak ditanam selambatlambatnya 7 hari setelah padi dipanen kedelai harus sudah ditanam agar terhindar dari kekeringan pada periode generatif. Kacang tanah lahan sawah ditanam setelah panen padi (April-Juni) dan dipilih lahan yang struktur tanahnya ringan agar panen yang terjadi pada musim kemarau tidak banyak polong yang tertinggal di dalam tanah.

4. Pengamatan daya tumbuh benih
Daya tumbuh perlu diuji setelah benih diterima dan bila daya tumbuhnya kurang dari 90% harus segera dilaporkan kepada instansi/pemulia tanaman yang bersangkutan agar mendapatkan benih penggantinya. Daya tumbuh benih pada saat tanam minimal 90%.

Jarak tanam
 Kedelai umur genjah = 30 x 15 cm, 2 biji/lubang
 Kedelai umur sedang = 40 x 20 cm, 2 biji/lubang
 Kedelai umur dalam = 50 x 20 cm, 2 biji/lubang
 Kacang hijau bercabang sedikit = 40 x 15 cm, 2 biji/lubang
 Kacang hujau bercabang banyak = 40 x 20 cm, 2 biji/lubang
 Kacang tanah, (40 cm x 10 cm) dan 1 biji/lubang
 Kacang tunggak, (40 cm x 20 cm) dan 2 biji/lubang

5. Penugalan
Sebelum tugal agar disediakan dua utas tali yang telah ditandai sesuai jarak tanam, panjang sesuai dengan panjang petak, dan tali tersebut ditempatkan dua sisi petak.
Barisan tugal pertama (pinggir) dalam setiap petak dibuat setengah jarak tanam antarbaris dari sisi lainnya. Ukuran petak sesuai dengan ketentuan untuk masing-masing komoditas demikian pula jumlah benih tiap lubang. Dalam lubang tugal 3-4 cm sehingga benih terbenam di dalam tanah.

6. Penempatan benih
Kantong benih/ikatan stek suatu galur/klon ditempatkan pada petak percobaan sesuai dengan label percobaan yang terpasang.

7. Tanam
Sebelum benih ditanam, dilakukan pemeriksaaan terhadap perlakukan (benih dalam kantong/ikatan stek) dan label. Bila telah sesuai, maka benih dapat ditanam di lubang tugal dari petak yang bersangkutan. Banyaknya benih yang ditanam/lubang minimal sama dengan rencana
penelitian misal 2 biji/lubang. Bila daya kecambah benih sebelum tanam tinggi, maka benih/lubang sesuai dengan rencana, namun bila daya kecambah benih hanya sekitar 80% maka jumlah benih/lubang perlu dilebihi (misal dari 2 biji/lubang menjadi 3 biji/lubang).

8. Pemupukan
Dosis pemupukan, terutama NPK untuk uji multilokasi sama pada semua lokasi agar data dapat dianalisis ragam gabungan dan memudahkan interpretasi data. Jenis, dosis, dan cara pemupukan.
 Cara pemberian pemupukan
Pupuk NPK sesuai dosis (dalam rencana operasional penelitian) seluruhnya sesaat setelah selesai tanam. Pupuk diberikan dalam alur/garitan disisi barisan tanaman (sekitar 7,5 cm dari barisan tanaman, dengan kedalaman sekitar 5-7,5 cm).
Bila keadaan memaksa, pupuk dapat diberikan setalah tanaman tumbuh (6-7 hari setelah tanam).
 Penutupan lubang tanaman dan alur pupuk
Lubang tugal tanaman dan alur/lubang tempat pupuk pada tanah gembur dapat ditutup dengan tanah yang bersangkutan. Tetapi bila tanah tidak gembur, maka lubang tempat benih dan alur pupuk disarankan ditutup dengan pasir atau abu serasah tanaman, atau abu jerami bila ditanam di sawah.

9. Pengairan
Guna mempercepat perkecambahan benih/pertumbuhan stek, maka bila tersedia sarana pengairan perlu dilakukan pengairan. Pengairan selanjutnya dapat diberikan apabila air hujan tidak cukup dan tanaman menunjukkan gejala layu atau tanah telah kering. Pengairan seyogianya
dilaksanakan pada sore hari/malam hari, yakni dengan memasukkan air ke dalam selokan hingga tanah jenuh air. Pada lahan kering, karena pengairannya bergantung dari air hujan, maka tanam perlu dilakukan 1-2 hari setelah hujan atau pada saat lengas tanah pada kondisi kapasitas lapang dan tanah masih cukup keras.

10. Pemeliharaan
• Penyulaman/penjarangan. Penyulaman pada uji multilokasi seyogianya dihindari dan tidak perlu dilakukan penyulaman bila daya tumbuh tanaman pada umur 1-2 minggu setelah tanam minimal mencapai 80%. Bila daya tumbuh tanaman umur 2 minggu setelah taman hanya sekitar 75%, dapat dilakukan sulam pindah, yakni dengan memindahkan tanaman dari rumpun yang berlebih.
• Penjarangan adalah mencabut kelebihan tanaman pada satu rumpun tanaman yang melebihi kebutuhan (misal dari 3 tanaman/rumpun menjadi 2 tanaman/rumpun sesuai dengan rencana penelitian).
• Penyulaman dan penjarangan dilakukan pada periode 1-2 minggu setelah tanam.
• Penyiangan dan pembumbunan. Penyiangan gulma dilakukan 1-2 kali, bergantung pada keadaan gulma. Penyiangan pertama dilakukan 2-3 minggu setelah tanam. Untuk tanaman kacang tanah pada penyiangan pertama dilakukan sekaligus dengan pembumbunan. Penyiangan kedua dilakukan pada 6-7 minggu setelah tanam.
• Pada tanaman kacang tanah, peyiangan kedua dilakukan sekitar 4-5 minggu atau sebelum tanaman berbunga (jangan lakukan penyiangan selama periode berbunga). Penyiangan selama periode berbunga penyebabkan ginofor (bakal buah kacang tanah) rusak.
• Drainase (pengeringan) dilakukan apabila air menggenangi petak pertanaman.
• Pengendalian hama/penyakit pada uji multilokasi lebih diutamakan secara preventif tanpa menunggu timbulnya gejala serangan mulai tanaman berumur 7 hari, berturut-turut dengan selang 7-10 hari dan 5-7 kali semprot selama pertumbuhan tanaman. Namun bila teknisi/peneliti di lokasi percobaan telah mengetahui, terutama adanya hama kacang-kacangan maka pengendalian hama dengan pestisida berdasarkan pemantauan dapat pula dilakukan. Jenis, dosis, dan konsentrasi pestisida sesuai dengan anjuran pada rencana kerja penelitian. Cara pengendalian hama/penyakit secara preventif lainnya seperti penanaman serempak dengan petani setempat, membersihkan sisa bahan organik, membakar sisa tanaman, dan melakukan pengolahan tanah yang cukup dalam juga sangat dianjurkan.

11. Pengamatan
Pengamatan karakter tanaman kacang-kacangan pada uji multilokasi lebih diutamakan pada karakter kuantitatif. Karakter kuantitatif tanaman kacang-kacangan penting yang harus diamati adalah:
 Tinggi tanaman rerata saat panen, diukur pada petak (bukan dari contoh tanaman).
 Umur 50% tanaman berbunga.
 Umur 50% tanaman masak, terutama pada kedelai, kacang hijau dan kacang tunggak.
 Umur panen.
 Hasil biji/petak bersih (tidak termasuk dua barisan pinggir) untuk kedelai, kacang hijau, kacang tunggak, kacang gude dan komak.
 Hasil polong/petak untuk kacang tanah.
 Ukuran biji (g/100 biji atau g/1000 biji), contoh biji diambil secara acak dari hasil benih/petak bersih.
 Jumlah tanaman dipanen/petak bersih.
 Karakter kualitatif tanaman yang perlu diamati adalah: (a) tipe tumbuh; (b) warna bunga; (c) warna biji; dan (d) warna kulit polong (kedelai, k. hijau dan k. tunggak).
 Intensitas serangan hama/penyakit. Intensitas serangan hama secara relatif dihitung dengan rumus berikut:
a
P = ------- x 100%
a + b
dimana:
P = Persentasi serangan
a = Jumlah tanaman atau polong/batang yang terserang hama/penyakit
b = Jumlah tanaman atau polong/batang yang tidak terserang

Intensitas serangan nisbi penyakit dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(n x v)
P = --------- x 100 %
(Z N)
dimana:
P = Persentase serangan
n = Jumlah daun yang diamati dari tiap kategori serangan
v = Nilai skala dari tiap katagori serangan
Z = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi
N = Jumlah daun yang diamati
Penyakit utama kedelai adalah karat daun, sedangkan pada kacang tanah, kacang hijau dan kacang tunggak adalah penyakit karat dan bercak daun. Cara penilaian dengan skor (nilai skala) untuk penyakit tersebut sebagai berikut:
Nilai Gejala serangan skala Karat Bercak daun
 Tidak ada serangan Tidak ada serangan
 Terdapat beberapa titik/tonjolan kecil pada daun tua. Terdapat beberapa bulatan kering kecil pada daun tua
 Benjolan tersebut masak dan nampak adanya spora. Bulatan kering di atas makin jelas dan nampak adanya spora
 Benjolan kecil dan besar terdapat pada daun bawah dan tengah. Bulatan kering pada daun bawah tengah bertambah banyak
 Benjolan semakin jelas dan besar, menguning dan daun bawah mongering. Bulatan kering pada daun semakin luas dan jalas, daun bawah menguning dan mulai ada yang gugur.
 Seperti pada skala 5 tetapi pembentukan spora amat banyak. Seperti pada skala 5 tetapi pembentukan spora amat banyak. Nilai Gejala serangan skala Karat Bercak daun
 Titik-titik sakit terjadi pada hampir seluruh daun. Daun bawah dan tengah menjadi kering Daun yang sakit mengering dan mudah dilihat dari jarak jauh hampir semua daun terserang, daun bawah dan tengah berguguran
 Seperti pada skala 7 tetapi daun yang kering lebih banyak Seperti pada skala 7 tetapi daun yang kering dan gugur lebih banyak
 Serangan sudah berat sekali, 50-100% daun sudah mongering. Serangan sudah berat sekali, 50-100% daun gugur

12. Pembentukan pupulasi dasar
1. Memiliki keragaman genetik yang luas
2. Nilai tengah sifat yang diseleksi tinggi
3. Memiliki sifat agronomi lain yang baik
4. Memiliki latar belakang genetik yang luas.

13. Pembentukan galur sebagai unit seleksi:
1. Variasi genetik antargalur besar
2. Variasi genetik di antar famili lebih besar dari variasi di dalam famili.
3. Galur yang dibentuk banyak.

14. Cara pembetukan galur:
Tergantung varietas yang dibentuk antara lain dengan:
1. Galur homozigot asal seleksi pedigree
2. Galur homozigot asal seleksi massa
3. Galur homozigot asal famili F2 (ssd, di dalam, atau antar famili).
4. Galur saudara tiri (half sib) dari 'test cross'
5. Galur-galur saudara sekandung (full-sib).
6. Galur S1, S2, S3
7. Galur homozigot yang dikembangkan dari famili/populasi yang telah diseleksi lewat pengujian generasi awal.

Pemuliaan partisipatif melibatkan sedikitnya dua instansi merupakan jawaban atas masalah keterbatasan tenaga pemuliaan untuk melakukan program pemuliaan dalam menghasilkan varietas deskriminatif. Beragamnya lingkungan sentra produksi tanaman kacang-kacangan di Indonesia mengisyaratakan perlunya varietas yang spesifik untuk lingkungan produksi spesifik. Lingkungan produksi spesifik tersebut dapat berupa lahan masam, lahan salin, lahan gambut, lahan basah, lahan kahat hara, lingkungan kekeringan, lingkungan bersuhu rendah/tinggi, lingkungan endemik biotipe hama tertentu, dan lingkungan endemik ras penyakit tertentu.
Pengembangan program pemuliaan partisipatif dapat dilaklukan dengan model partisipasi-penuh atau partisipasi-sebagian, bergantung dari kemampuan dan kesanggupan para pihak terkait. Seleksi melalui uji daya hasil di lahan dan oleh petani dengan menggunakan metode uji satu lawan satu (head to head test), yakni membandingkan satu galur dengan satu varietas pembanding yang diikuti dengan pemilihan lokasi dan petani yang koperatif serta cara pemilihan yang sederhana di Amerika Serikat terbukti dapat menghemat waktu 5,5 tahun atau 2-3 tahun untuk Indonesia. Penerapan metode uji satu lawan satu di Indonesia masih perlu pembahasan untuk kesepakatan.


Peralatan Produksi Benih

Tugas 1 : Pengayaan tentang pengenalan kelengkapan fasilitas yang ada dalam kegiatan usaha produksi benih.
Usaha produksi benih mebutuhkan sarana dan prasarana yang mendukung berjalannya usaha produksi benih tersebut. Dimana produsen yang bergerak dalam bidang perbenihan tanaman mampu mencukupi kebutuhan yang dibutuhkan, agar produksi dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.


Dari hasil yang dapat, ditempat PKL saya yang bergerak dalam bidang perbenihan yaitu Produsen benih padi PP KERJA memiliki peralatan yang cukup tersedia didalam usaha produksi benih, dan BPSB Satgas Wil III Kediri, diantaranya mempunyai bagian dan ruang lingkup yang berbeda yaitu :

 Peralatan didalam penerimaan hasil panen yang berada dilapangan, yang dibutuhkan diantaranya ;
1. Karung sebagai tempat penampung hasil panen
2. Tali rafia sebagai pengikat karung
3. Jarum goni
4. Gerobak dorong atau mobil trasportasi sebagai trasportasi yang digunakan untuk mengantarkan hasil panen ke tempat pengolahan yang selanjutnya akan dilakukan.
5. Alat penimbang dengan kapasitas 100 kg

 Peralatan pengolahan benih yang telah diterima untuk dilakukan proses yang selanjutnya antara lain ;
1. Seed thresher alat perontok padi
2. Ember sebagai alat penampung hasil perontokan
3. Seed driyer sebagai alat pengering buatan, jika dilapangan tidak mampu mengeringkan secara maksimal karena adanya hambatan cuaca yang tidak mendukung
4. Lantai jemur sebagai tempat penjemuran benih padi
5. Alat penimbang dengan kapasitas 100 kg
6. Sorok sebagai alat yang digunakan untuk membalikkan benih padi yang dijemur, agar proses pengeringan dapat dengan maksimal dilakukan.
7. Penutup jemuran sebagai bahan yang dipakai didalam proses pengeringan dengan kegunaan penutup bagian atas agar benih padi tidak terkena air ketika hujan tiba.
8. Sapu lidi sebagai alat pembersih yang digunakan pada proses pengeringan.
9. Alat yang berbentuk sekop sebagai alat yang digunakan didalam pengumpulan benih yang akan dimasukkan didalam karung.
10. Blower sebagai alat yang digunakan didalam pembershan benih padi setelah dilakukan proses pengeringan
11. Tampi sebagai alat didalam proses pembersihan yang harus dibersihkan dari varietas lain
12. Alat pengepres sebagai alat yang digunakan dalam proses pengemasan
13. Plastik tebal atau bahan kemas benih sebagai tempat atau media yang digunakan dalam proses pengemasan

 Peralatan dalam pengujian mutu benih
Kamar kering
1. Electrical Oven,
2. Inkubator,
3. Seed moisture tester,
4. Analitical digital,
5. Seed container,
6. Penjepit tahan panas (berlapis asbes),
7. Desicator / Eksikator
8. Timbangan bobot/volumetrik
9. Seed counter,
10. Pembagi tepat,
11. Stick trier,
12. Meja-kursi analisis,
13. Pinset/dissecting set,
14. Thermometer bola basah-bola kering,
15. Mikroskop,
16. Loupe,

Kamar basah
 Germinator,
 Substrat kertas,
 Wadah plastik,
 Meja-kursi pengujian,
 Cawan petri (plastik),
 Plastik lembaran,
 Pinset/dissecting set,
 Loupe,
 Thermometer bola basah-bola kering,
 Rak plastik,
 Gelas ukur (25 ml, 50 ml, 100 ml),
 Gelas piala ( 100 ml, 250 ml, 1 ltr),
 Tabung reaksi,
 Refrigerator (lemari es) besar.

Lath house
o Bangunan/emperan 5m x 5m,
o Rak pengecambahan,
o Sterilator tanah/pasir,
o Substrat pasir,
o Wadah/ember (plastik),
o Embrat,
o Selang,
o Garpu kecil,
o Skop,
o Alat pelubang.
o Cangkul.

 Peralatan didalam penyimpanan benih PP kerja
A. Kamar Ortodoks
1. Ruangan penyimpanan benih yang memiliki ventilasi yang cukup baik sebagai saluran keluar masuknya udara
2. Karung
3. Alat penimbang
4. Bambu sebagai alat yang digunakan sebagai alas bawah pada saat penyimpanan, ini dilakukan agar benih yang disimpan tidak terkena langsung dengan lantai bawah, yang akan mengakibatkan lajunya respirasi dari benih yang disimpan
5. Meja dan kursi kerja

 Peralatan administrasi antara lain ;
1. Meja dan kursi kerja
2. Mesin ketik
3. Komputer
4. Lemari arsip
5. Jam dinding
6. Telepon
7. White board
8. Alat tulis kantor ( buku, karbon, hekter, pena, pensil, tip X, dll )
9. Kalender
10. Tempat sampah
11. Asbak
12. Sapu
13. Alat pel
14. Dll

 Peralatan dan ruang saprodi dan juga perawatan benih
1. Pestisida
2. Pupuk
3. Meja dan kursi kerja didalam ruangan
4. Rak – rak atau lemari penyimpan pestisida
5. Power sparayer
6. Knapsack

 Peralatan resparasi
1. Meja dan kursi kerja
2. Kunci-kunci pas
3. Gergaji besi
4. Bor kayu
5. Parang
6. Gunting kaleng
7. Drum solar
8. Las besi
9. Sendok semen
10. Gunting kertas
11. Solder

 Peraltan pendukung
1. Cangkul
2. Gembor
3. Springkel
4. Parang
5. Dll


Analisis Mutu Benih

Tugas dari tugas yang ke-9 ini adalah mencari data tentang berat 1000 butir benih sebanyak 5 komoditi / jenih benih.Berat 1000 butir dari ke-5 komoditi tersebut adalah :


1) Padi cisantana berat 1000 butir = 23,9 gram
2) Gandum berat 1000 butir = 40 gram
3) Tusam berat 1000 butir = adalah 20,3 gram (Kadar air 9,7%)
4) Jagung C-7 berat 1000 butir = 150 gram
5) Kacang bogor berat 1000 butir = 210 gram
Hasil dari pencarian data berat 1000 butir benih didapat dari hasil internet.


Pengujian mUtu Benih Tanaman

1. Pengujian lapangan
Pengujian lapangan, meliputi :
• Benih benih sumber
Benih sumber atau benih yang akan digunakan untuk memproduksi benih haruslah bermutu tinggi dan jelas asal usulnya. Syarat mutu bagi benih bersertifikat antara lain murni (sesuai dengan sifat-sifat induknya), sehat (bebas dari hama maupun penyakit), bersih (bebas dari kotoran maupun campuran varietas lain), dan memiliki daya tumbuh yang tinggi. Benih sumber yang digunakan dalam produksi benih harus berasa dari kelas yang lebih tinggi seperti dalam system alur perbanyakan monogeration flow atau polygeration flow. Hendaknya enih yang dipakai secara genetis, fisiologis maupun fisik harus baik, belum mengalami kemunduran dan kelas benih yang sesuai.


Untuk itu, perlu diperhatikan ketentuan pelaksanaan sertifikasi sebagai berikut:
- Benih penjenis (BS) dapat diperbanyak kembali sampai 5 kali (sampai dengan BS4). Pengawasan dan jaminan mutu dilakukan oleh pemulia tanaman (breeder) yang bersangkutan.
- Benih dasar (BD) dapat diperbanyak kembal sampai 5 kali (sampai dengan BD4).
- Benih pokok (BP) dapat diperbanyak kembali sampai 5 kali (sampai dengan BP4).
- Benih sebar (BR) dapat diperbanyak kembali sampai 5 kali (sampai dengan BR4).
• Sejarah lapang
Lahan yang hendak ditanami harus diketahui sejarahnya, sebelum dipakai untuk produksi benih pernah dipakai tanaman apa, serta kendala-kendala apa saja yang menjadi faktor penghambat dan penyebab kegagalannya. Kita tidak boleh memakai lahan yang sebelumnya ditanami dengan tanaman yang varietas atau familinya sama guna menghindari volunteer plant dan hama atau penyakit yang dapat ditularkan melalui tanah atau yang bertahan disisa-sisa tanaman. Selain dari dalam lahan, pencampuran pun dapat terjadi dari pertanaman sejenis yang berbeda varietas yang ada disekitar lahan produksi. Cara menghindarinya dengan melakukan isolasi waktu atau isolasi jarak.
• Pengolahan
Pengolahan tanah pada dasarnya bertujuan untuk menggemburkan, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan aktivitas organism tanah, serta menciptakan aerasi yang baik. Selain itu, pengolahan tanah dapat juga bermanfaat dalam mengendalikan gulma dan membebaskan lahan dari sisa-sisa tanaman atau benih tanaman yang ada. Untuk itu, hendaknya cukup tersedia waktu antara saat pengolahan tanah dan waktu tanam sehingga benih gulma dan tanaman dari pertanaman sebelumnya tumbuh dan dapat dicabut.
• Input
• Musim/lokasi
Setiap varietas memiliki persyaratan ekologis tertentu agar dapat tumbuh normal. Penyimpangan kondisi ekologis akan mempengaruhi benih yang dihasilkan bahkan dapat menyebabkan kemunduran varietas tersebut. Meskipun demikian setiap varietas memiliki rentang yang berbeda terhadap persyaratan ekologis. Karena itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, produksi benih hendaknya dilakukan di daerah yang memiliki kondisi ekologis yang masih terdapat dalam rentang adaptasinya.
• Penanaman
Penanaman dilakukan secara beraturan untuk mempermudah pemeliharan (pemupukan, pengendalian hama dan penyakit), pembersihan tanaman (pengendalian gulma), dan pelaksanaan roguing. Jarak tanam yang digunakan dapat disesuaikan dengan jenis atau varietas tanamannya, tingkat kesuburan lahan, serta ketersediaan air dan sinar matahari. Jarak tanam yang rapat dilakukan jika kesuburan tanah mendukung dan kompetisi antar tanaman tidak sampai pada taraf yag merugikan. Jarak tanam rapat dilakukan untuk memaksimalkan sumber daya yang tersedia dalam rangka mendapatkan hasil (produksi) yang maksimal.
• Keseragaman
Keseragaman benih disini mulai dari ukuran, bentuk dari benih yang homogen.
• Roguing
Roguing bertujuan untuk menjaga kemurnian benih. Cara pelaksanaannya dengan mencabut tanaman yang tidak dikehendaki, seperti tanaman tanaman yang berpotensi untuk terjadinya penyerbukan silang dengan varietas tanaman yang diusahakan atau tanaman yang berpotensi menghasilkan benih campuran varietas lain.
• Panen
Saat panen merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi kualitas benih yang dihasilkan, sehingga panen harus dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada saat benih masak fisiologis karena pada saat ini benih dalam kondisi puncak. Beberapa keuntungan panen yang dilakukan pada saat benih mencapai masak fisiologis antara lain :
- Benih belum mengalami deteriorasi (kemunduran).
- Mempercepat program pemuliaan tanaman karena segera diperoleh data viabilitas dan vigor maksimum dari varietas yang dikembangkannya.
- Menghemat waktu dan mengurangi kehilangan benih dilahan.
- Perkecambahan benih dilapangan dapat dihindari.
• Prosesing
Pengolahan benih merupakan tahap transisi antara produksi dan penyimpanan atau pemasaran benih. Tahap ini cukup menentukan karena benih tidak dapat bermanfaat jika salah dalam pengolahannya.
Prinsip umum pengolahan benih adalah memperoses calon benih menjadi benih dengan tetap mempertahankan mutu yang telah dicapai. Pengolahan benih tidak dapat meningkatkan mutu benih secara individual, tetapi secara populatif, mutu benih dapat ditingkatkan melalui 2 cara yaitu :
- Separation, yakni memisahkan benih dari sumber kontaminan seperti benih gulma, benih tanaman lain dan kotoran benih.
- Upgrading, yakni memilah benih dari benih yang kurang bermutu, misalnya berukuran kecil atau tidak seragam.
• Pengambilan sampel
Tujuan dari pengambilan contoh benih adalah mendapatkan contoh dalam jumlah yang sesuai untuk pengujian dan mempunyai komposisi komponen yang sama dengan kelompok benihnya. Pengambilan contoh benih untuk pengisian data label dilakukan saat benih selesai diproses tetapi belum dikemas (21 hari setelah prosesing). Pengambilan sample dilakukan dengan menggunakan stick tryer.

2. Pengujian laboratorium
• Rutin
 KA benih
Penetapan kadar air benih adalah banyaknya kandungan air dalam benih yang diukur berdasarkan hilangnya kandungan air tersebut dan dinyatakan dalam persen. Tujuannya adalah untuk mengetahui kadar air sebelum disimpan dan unuk menetapkan kadar air yang tepat selama penyimpanan dalam rangka mempertahankan viabilitas tersebut.
 Kemurnian
Analisis kemurnian benih adalah persentase berdasarkan berat benih murni yang terdapat dalam suatu contoh benih. Tujuannya adalah untuk menentukan komponen berat berdasarkan berat dari contoh benih yang akan di uji untuk mengidentifikasi dari berbagai species benih dan partikel-partikel lain yang terdapat dalam contoh benih. Prinsip melakukan analisis kemurnian benih adalah dengan jalan memisahkan contoh benih dalam 3 komponen yaitu:
- Benih murni (BM) adalah benih yang sesuai dengan pernyataan pengirim atau secara dominan ditemukan dalam contoh benih termasuk didalamnya yaitu: benih utuh, benih muda, benih berukuran kecil, benih mengkerut dan sedikit rusak/ benih yang terserang penyakit tetapi bentuknya masih bisa dikenali dan pecahan benih yang ukurannya lebih dari setengah ukuran normal.
- Benih tanamn lain (BTL) adalah benih tanaman selain yang dimaksud oleh pengirim yang ikut tercampur pada benih yang akan di uji.
- Kotoran benih (KB) adalah bagian dari benih atau bahan material lain yang bukan bagian dari benih yang ikut terbawa dalam contoh. Termasuk didalamnya benih tanpa kulit benih, benih yang terlihat bukan benih sejati, biji hampa tanpa lembaga, pecahan benih kurang dari setengah ukuran normal, cangkang benih, sekam, pasir, partikel tanah, jerami, ranting, daun, dan tangkai.
 Daya berkecambah
Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pengguna benih akan kemampuan benih untuk tumbuh normal. Benih akan menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan biofisisk yang optimum. Parameter yang digunakan dapat berupa persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung.
Pengujian pada kondisi lapangan biasanya tidak memuaskan karena hasilnya kurang dapat dipercaya. Oleh karena itu metode laboratorium dikembangkan untuk mengendalikan kondisi yang biasa terjadi di luar. Dengan demikian dapat memberikan hasil perkecambahan yang lengkap dan cepat dari contoh benih yang dianalisis.
• Khusus
 Heterogenitas
Pengujian heterogenitas dilakukan apabila benih tidak lulus sertifikasi pengujian laboratorium, maka produsen boleh mengajukan permohonan dilakukan pengujian heterogenitas terhadap masingmasing karung yang terdapat dalam satu lot benih. Sehingga tidak semua karung benih tersebut dijadikan konsumsi, namun dapat diturunkan kelas benihnya. Ada pada dalam 1 lot benih tersebut yang dapat dijadikan 2 kelas benih berdasarkan hasil yang uji yang dilakukan oleh pihak BPSB
 Kesehatan
Kesehatan benih merupakan salah satu syarat benih bermutu. Benih yang telah disertifikasi oleh lembaga sertifikasi (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih) akan mempunyai mutu yang baik. Benih dikatakan bermutu bila benih tersebut memiliki 3 persyaratan mutu, yaitu bermutu dari aspek :
a. Fisik (ukuran, permukaan kulit, berisi, dan tidak cacat)
b. Fisiologis (daya berkecambah)
c. Genetic (berasal dari induk yang unggul)
Dari ketiga persyaratan benih bermutu tersebut, kesehatan benih tergolong kedalam aspek fisiologis karena hasil uji kesehatan dapat memberikan informasi penyebab rendahnya daya berkecambah benih.
 Kevigoran
Vigor benih, secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangna yang beranekaragam akan tetap tumbuh dan sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas yang baik. Vigor dapat dikataka sebagai “ kekuatan tumbuh “ untuk menjadi tanaman yang normal meskipun dalam keadaan biofisik lapangan kurang menguntungkan ( suboptimal )
Vigor benih yang tinggi memiliki ciri – ciri anatar lain :
1. Tahan disimpan lama
2. Tahan terhadap serangan hama dan penyakit
3. Cepat dan pertumbuhannya merata
4. Mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi yang baik dalam lingkungan tumbuh yang sub optimal
1.Pengujian Lapangan / Pemeriksaan lapangan
Untuk menghasilkan benih bersertifikat, dimulai dari pengajua permohonan sertifikasi kepada BPSB setempat yang dilakukan paling lambat 1bulan sebelum tebar ( tanam ) dengan mengisi formulir. Formulir isian mencakup tentang nama dan alamat pemohon ( penangkar ),letak areal, asal benih sumber, rencana penanam, sejarah lapang, dan isolasi ( waktu/jarak )yang dilakukan . Setelah diisi, formulir diserahkan dengan lampiran label benih ( kelas dan benih sumber )yang akan digunakan dan denah situasi lapangan. Pegujian dilapangan ini mencakupi banyak kegiatan yang dilakukan diantara lain :
1) Permohonan pemeriksaan lapang pendahuluan
Disini penangkar menyampaikan pemberitahuan siap untuk diperiksa lapang pendahuluan kepada BPSB setempat paling lambat 10 hari sebelum taman atau seminggu sebelum pemeriksaan lapang.Dalam BPSB ini, pengawas BPSB akan menguji kebenaran data lapang yang diajukan penangakar seperti yang dalam surat permohonan surat permohonan sertifikasi.Jika data lapang menunjukan kesesuaian maka lahan penagkar tersebut telan syah dinyatakan sebagai lahan produksi benih sertifikat.
2) Permohonan pemeriksaan lapang fase vegetatif
Pemeriksaan lapangan pertama yang dilakukan saat tanaman dalam fase pertumbuhan vegetatif atau sekitar 30 hari setelah tanam. Pengajuan permohonan pemeriksaan diajukan kepada BPSB palinh lambat 7 hari sebelum pemeriksaan,pemeriksaan akan dilakukan terhadap keadaan campuran varietas lain( CVL ). Nilai standar CVL berbeda untuk seiap jenis tanaman dan kelas benih yang diproduksi. Semakin tinggi kelas benih, semakin ketat standarnya.
Sebelum pengawas BPSB memeriksa, penangkar benih swbaiknya melakukan roguing agar standar lapang benih bersertifikat terpenuhi. Jika hasil pemeriksaan oleh pengawas BPSB menyatakan lulus, lahan tersebut dapat diteruskan untuk proses sertifikasi selanjutnya. Jika lahan dinyatakan tidak lulus maka penagkar diwajibkan melakukan roguing ulang, dan selanjutnya menagjukan pemeriksa ulangan. Pemeriksaan ulangan hanya dapat dilakukan satu kali. Jika hasil pemeriksaan ulang lahan dinyatakan tidak lulus, karena tidak dapat pertanggung jawabakan, dan hanya diperbolehkan untuk produksi non benih.
3) Permohonan pemeriksaan lapangan fase generatif
Pemeriksaan lapang anfase generatif hanya dapat dilakukan bila telah lulus pada tahapan pemeriksaan sebelumnya. Pengajuan permohonan pemeriksaan lapangan fase generatif ( saat berbunga ) dilakukan 1 minggu sebelum pemeriksaan dilakukan. Dalam pemeriksaan ini juga dapat diamati keberadaan dari CVL dengan pengamatan pada organ reproduktif, seperti warna dan bentuk bunga, serta saat pembungaan. Seperti pada pengawasan lapangan fase vegetatif, penangkar benih diberi kesempatan untuk melakukan pengawasan ulang jika hasl pemeriksaan dinyatakan tidak lulus. Pemeriksaan ulang pun hanya dilakukan 1 kali saja.
4) Permohonan pemeriksaan fase menjelang panen
Pemeriksaan fase menjelang panen dilakukan bila telah lulus pemeriksaan lapang sebelumnya. Pemeriksaan hanya dilakukan satu pekan sebelum panen ( menjelang masak fisiologis ) Permohonan pemeriksaan diajiukan satu minggu sebelum pemeriksaan dilakuan. Hal-hal yang diperiksa pada pemeriksaan ini meliputi koponen buah dan benih, seperti warna dan bentuk tongkol, warna dan bentuk polong, serta wana dan bentuk benih. Tidak seperti pemeriksaan sebelumnya, pada pemeriksaan ini tidak dilakukan pemeriksaan ulang . Artinya jika lahan dinyatakan tidak lulus maka mak secara langsung benih yang dihasilkan dilahan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai benih bersertifikat.
5) Permohonan pemeriksaan alat-alat panen dan pengolahan benih
Selain benih, alat-alat panen dan pengolahan benih pn dilakukan pemeriksaan. Tujuan dari pemeriksaan ini adlah untuk memastikan bahwa peralatan yang digunakan dalam panen dan pengolahan benih tidak membawa sumber kontaminan, seperti vaerietas lain. Pengajuan pemeriksaan alt-alat panen dan pengolahan benih paling lambat satu minggu setelah panen atau bersamaan dengan pemeriksaan lapangan menjelang panen. Hal yang dilakukan pengawas BPSB dalam pemeriksaan ini adalah menjalan dan menghidupkan semua alat pengolahan benih sehingga sisa-sisa kotoran dan benih dari proses pengolahan benih sebelumnya dapat keluar dan alat dapat dibersihkan.
6) Pengawasan pengolahan benih
Pengawasn pengolahan benih tidak diajukan oleh penangkar benh tetapidilaksankan langsung oleh petugas BPSB secara periodik selama masa pengolahan benih dengan waktu yang tidak diketahui oleh penangkar. Tujuan dari pengawasan ini adlah memastikan bahwa selama dalam pengolhan tidak terjadi kecurangan-kecurangan oleh penangkar, misalnya mencampurkan benih yang lulus dari lapangan dengan benih yang kadarluarsa atau benih yang tidak lulus dari lapangan. Jika didapat melakukan kecurangan maka proses sertifikasi dihentikan.
7) Permohonan pengambilan contoh benih
Prosedur selanjutnya adalah proses pengambilan contoh benih guna pengujian dilaboratoriumanalisis mutu benih di BPSB. Pengambilan contoh benih dilakukan oleh pengawas BPSB dilakukan setelah pengolahan benih.Permohonan dilakukan penagkar dialkukan 1 minggu sebelum pengawasan dilakukan, sebelum dilakukan pengambilan contoh benih, penagkar diwajibkan telah menempatkan dan mengemas benih secara tepat. Benih yang dikemas dengan kemasan curah ( belum dikemas dengan kemasan pemasaran ) dan dikelompokkan berdasrkan lot yang tepat, misalnya berdasarkan tanggal panen yang sama dari varietas yang sama.
8) Permohonan pengawasan pemasangan label sertifikat
9) Prosedur akhir dari proses pembuatan benih bersertifikat
Adalah pengawasan pemasangan label sertifikasi . Jika dalam pengujian laboratorium, benih penangkaran dinyatakan lulus maka selanjutnya penangkar mengajukan pemasangan label sertifikasi pada benih-benih yang dikemas dengan ukuran tertentu ( sesuai dengan kebutuhan pasar ). Dalam pengajuan ini penangkar memohon nomor seri label sertifikasi dengan mencantumkan jumlah segel ( seal ) dan label sertifikasi yang diperlukan, nomor pengujian, nomor kelompok benih yang bersangkutan, jenis, varietas, jumlah wadah, berat bersih tiap wadah, nama dan alamat produsen. Adapun isi label akan meliputi hasil-hasil pengujan laboratorium yang terdiri dari kadar air benih, kemurnian benih, daya tumbuh benih, serta kandungan kotoran dan campuran varietas lain, selain identitas lain sesuai yang diajukan penangkar benih.
10) Permohonan pelabelan ulang
Benih yang bersertifikat yang telah mendekati atau habis masa edarnya yang akan diedarkan kembali harus dilakukan pengujian dan pelabelan ulang. Produsen benih bersertifikat wajib mengajukan pengambilan contoh benih, mengujikannya dan kemudian memasang label ulangan pada kemasan benihnya. Prosedur dan pelaksanaan dari pelabelan ulang sama seperti prosedur pengambilan contoh benih dan pengawasan pemasangan label sebelumnya. Pengajuan pelabelan ulang dilakukan satu bulan sebelum masa edar benih besertifikat berakhir . Pada kemasan benih, dicantumkan data analisis mutu benih yang terbaru dan dicantumakan pula kode LU yang berarti Label Ulang
2.Pengujian laboratorium
Setelah pengambilan contoh benih,pihak BPSB segera akan menguji hasil yang telah diambil,dan pihak BPSB akan menguji sesuai dengan permintaan penangkar,dilembar atau surat permohonan pengambilan contoh benih tertulis pengujian yang diminta oleh penangkar diantaranya:
 Kadar air
 Analisis kemurnian
 Jumlah biji varietas lain
 Daya tumbuh
Pengujian yang diminta seperti yang diatas adalah pengujian khusus yang dilakukan dan yang rutin yang diminta oleh pihak penangkar.Jika penagkar meminta pengujian yang lebih dari pengujian diatas,penangkar bisa meminta pengujian yang lain atau biasanya disebut dengan pengujian yang khusus,contoh dari pengujian khusus antara lain:
Dan jika diminta pengujian lain seperti :
 Heterogenitas
 Kesehatan
 Kevigoran
Pihak BPSB yang menguji hasil dari pengambilan contoh yang diambil dari penagkar,maka pihak BPSB akan menguji benih tersebut dilaboratorium pengujian.Hasil yang didapat dari Pihak BPSB yang mengaju dari pengujian yang dilakukan yang tertera diatas akan dicantumkan didalam pembuatan label sertifikat.Dari sini juga pihak BPSB menetapkankan tanggal kadarluarsa dari benih yang akan diperdagangkan.Dan akan dicantumkan kedalam kemasan label.





3.Pengujian benih Pasca sertifikat
Yang dimasudkan pada pengujian benih pasca sertifikat Pengujian pasca sertifikat
• Kondisi benih yang dipasarkan
Sebelum benih tersebut disalurkan ke konsumen, benih tersebut harus melalui proses seed certification and seed testing (uji mutu benih dan sertifikasi). Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas benih walaupun kultur teknis yang diterapkan baik atau mungkin keliru. Bisa saja kualitas benih tersebut menurun drastis kualitasnya. Maka dari itu dilakukan pengujian mutu benih meliputi uji daya kecambah, analisis kemurnian benih dan uji kadar air.
Serta perlu dilakukan sertifikasi agar benih yang dijual dipasaran dan yang digunakan oleh para petani jelas identitas genetiknya. Setelah itu benih dapat didistribusikan dan dipasarkan ke konsumen.
• Kemasan benih
Pengemasan merupakan rangkaian akhir dari penanganan benih sebelum benih disalurkan (dijual) dan disimpan. Tujuan pengemasan adalah untuk mempertahankan kualitas benih selama dalam penyimpanan dan atau pemasaran, sehingga benih tetap terjamin daya tumbuh dan daya kecambahnya secara normal.
Persyaratan bahan pengemas:
1. Mampu menahan masuknya uap air kedalam kemasan.
2. Mampu menahan masuknya air kedalam kemasan.
3. Mampu menahan pertukaran gas-gas.
4. Mudah diperoleh.
5. Bahannya kuat dan tidak beracun.
6. Harganya relatif murah.
7. Mudah/dapat dicetak untuk logo, merk atau keterangan lainnya.
• Batas kadaluwarsa
Benih bersertifikat yang telah mendekati atau habis masa edarnya (batas kadaluwarsa) apabila akan diedarkan kembali harus dilakukan pengujian dan pelabelan ulang. Produsen benih bersertifikat wajib mengajukan permohonan pengambilan contoh benih, mengujikannya dan kemudian memasang label ulangan pada kemasan benihnya.
Prosedur dan pelaksanaan dari pelabelan ulang sama seperti pada prosedur pengambilan contoh dan pengawasan pemasangan label sebelumnya. Pengajuan pelabelan ulang dilakukan satu bulan sebelum masa edar benih bersertifikat berakhir. Pada kemasan berakhir. Pada kemasan benih, dicantumkan data analisis mutu benih terbaru dan dicantumkan pula kode LU yang berarti Label Ulang.


Heritabilitas tanaman

Heritabilitas Pada Tanaman
Heritabilitas merupakan salah satu pertimbangan paling penting dalam melakukan evaluasi tanaman, metode seleksi dan system persilangan. Heritabilitas secara lebih spesifik merupakan bagian dari keragaman total pada sifat – sifat yang disebabkan oleh perbedaan genetic diantara individu – individu tanaman yang diamati.
Heritabilitas merupakan perbandingan antara ragam genetic terhadap ragam fenotipik, dengan ragam fenotipik dipengaruhi oleh factor genetic dan lingkungan.




 Variasi genetik, Heritabilitas , Dan kolerasi Genotipik Sifat – sifat Penting Tanaman wijen (Sesamum indicum L.)

Penelitian ini merupakan pengujian terhadap genotip-genotip hasil persilangan tanaman wijen, dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipik beberapa sifat penting hasil persilangan tanaman wijen. Penelitian dilakukan di Kebun
Percobaan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur pada bulan April 2002 – Agustus 2003. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sebagian besar sifat yang diamati mempunyai variasi genetik yang cukup besar, (2) nilai heritabilitas (dalam arti luas) tinggi terdapat pada sifat tinggi tanaman,
umur berbunga, umur panen, jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman, panjang polong, berat 1000 biji, dan hasil biji per hektar, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria seleksi pada generasi awal, dan (3) korelasi genotipik terhadap hasil biji per hektar terjadi pada sifat tinggi tanaman dan berat 1000 biji pada persilangan Sbr 1 X Si 13, sedangkan
pada persilangan Sbr 1 X Si 22, dan Sbr 1 X Si 26 terjadi korelasi genotipik antara hasil biji per hektar dengan tinggi tanaman dan jumlah cabang per tanaman.
Wijen merupakan tanaman penghasil biji yang digunakan untuk pendukung utama aneka industri termasuk industri makanan dan minyak makan yang berkadar lemak jenuh rendah, sehingga cocok dikonsumsi bagi penderita kolesterol tinggi (DESAI dan GOYAL, 1981). Minyak wijen pada umumnya dapat digunakan sebagai minyak salad dan minyak goreng. Di samping itu minyak wijen mengandung anti oksidan, sesamin dan sesamolin, sehingga dapat
disimpan lebih dari satu tahun (SUDDIYAM dan MANEEKHAO, 1997).
Di Indonesia produksi wijen mulai tahun 1987 mulai menurun, sehingga pada tahun 1988 mengimpor sebesar 940.450 ton biji dan 133.729 ton minyak (BPS, 2001). Selanjutnya pada tahun 2001 sekitar 10.265 ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya 10.000 ton. Produktivitas wijen di tingkat petani masih sangat rendah, rata-rata 350 kg per hektar (SUPRIJONO et al., 1994). Hasil tersebut masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara penghasil wijen lainya. DESAI dan GOYAL (1981) menyatakan bahwa di India mampu menghasilkan antara 1.200 – 1.400 kg per hektar, sehingga produtivitas wijen di Indonesia perlu ditingkatkan. Salah satu usaha perbaikan wijen adalah dengan melakukan seleksi pada suatu populasi dengan keragaman genetik cukup tinggi. Apabila suatu karakter memiliki keragaman genetik cukup tinggi, maka setiap individu dalam populasi hasilnya akan tinggi pula, sehingga seleksi akan lebih mudah untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Oleh sebab itu, informasi keragaman genetik sangat diperlukan untuk memperoleh varietas baru yang diharapkan (HELYANTO et al., 2000).
Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar (BAHAR dan ZEIN, 1993). Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetic atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipik sifat-sifat penting tanaman wijen. Hasil dari penelitian ini sangat penting dalam program pemuliaan tanaman wijen.

BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Tanaman Tembakau dan Serat Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dengan ketinggian 110 m di atas permukaan laut, jenis tanah Regosol dengan pH 5,5 – 6,5. Penelitian dilaksanakan bulan April 2002 – Agustus 2003. Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 10 genotip berasal dari 4 genotip tetua yaitu P1 varietas Sbr 1 sebagai tetua betina, P2 (galur Si 13), P3 (galur Si 22), dan P4 (galur Si 26) sebagai tetua jantan, 3 genotip berasal dari F1 hasil persilangan Sbr 1 x Si 13, Sbr 1 x Si 22 dan Sbr 1 x Si 26, 3 genotip berasal dari F2 hasil persilangan Sbr 1 x Si 13, Sbr 1 x Si 22 dan Sbr 1 x Si 26 diulang 3 kali sehingga diperoleh 30 petak percobaan di mana setiap petak berukuran 4 x 10 m dengan jarak tanam 60 x 25 cm. Pengamatan dilakukan pada 100 tanaman contoh setiap petak. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman pada umur 30, 60 dan 90 HST, umur berbunga, umur panen, jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman, panjang polong, jumlah biji per polong, berat 1.000 biji dan hasil biji per hektar. Tetua jantan mempunyai sifat tahan penyakit busuk pangkal batang, dan ruang polongnya lebih besar. Sedangkan tetua betinanya mempunyai sifat produksi tinggi tapi rentan terhadap penyakit dan ruang polongnya lebih pendek. Variasi genetik untuk semua sifat yang diamati dihitung dari koefisien keragaman genetik dan koefisien keragaman fenotip menurut rumus SINGH dan CHAUDARY (1977) sebagai berikut :
 Keragaman fenotip
√σ2f
KVF = x 100%
X
 Keragaman genotip
√σ2g
KVG = x 100%
X
di mana :
σ2f = ragam fenotip
σ2g = ragam genetik
X = rata-rata umum
Berdasarkan kriteria MILIGAN et al. (1996), koefisien keragaman genetik dibagi dalam tiga kategori yaitu :
- Besar (KVG ≥ 14,5%)
- Sedang (5% ≤ KVG < 14,5%)
- Kecil (KVG < 5%)
Pendugaan nilai heritabilitas dalam arti luas untuk sifat-sifat yang diamati, diduga dengan menggunakan rumus menurut ALLARD, (1960) :
σ2F2 – (σ2P1 + σ2P2 + σ2F1)/3
h2 =
σ2F2
di mana :
h2 = heritabilitas dalam arti luas
σ2F1 = ragam populasi F1
σ2F2 = ragam populasi F2
σ2P1 = ragam populasi P1
σ2P2 = ragam populasi P2
Selanjutnya heritabilitas diklasifikasikan menurut MC WHIRTER, (1979), sebagai berikut:
- Tinggi (H ≥ 0,50)
- Sedang (0,20 ≥ H > 0,50)
- Kecil (H < 0,20)
Untuk mengetahui keeratan hubungan secara genetic antara karakter yang diamati digunakan rumus korelasi sederhana dari SINGH dan CHAUDARY (1977). Di mana koefisien genotipik pasangan sifat-sifat adalah sebagai berikut :
kov.fxy
rfxy =
(σ2fx.σ2fy)0,5

kov.gxy
rgxy =
(σ2gx.σ2gy)0,5
di mana :
rfxy = korelasi fenotip antara sifat x dan sifat y
rgxy = korelasi genetik antara sifat x dan sifat y
kov.fxy = kovarian fenotip antara sifat x dan sifat y
kov.gxy = kovarian genetik antara sifat x dan sifat y
σ2yx = ragam fenotip sifat x
σ2gx = ragam genetik sifat x
σ2yy = ragam fenotip sifat y
σ2gy = ragam genetik sifat y
Keberhasilan koefisien korelasi di atas dilakukan berdasarkan t-student dari SINGH dan CHAUDARY, (1977) sebagai berikut :
rfxy
t =
(1-r2 fxy/db)0,5

rgxy
t =
(1-r2 gxy/db)0,5
di mana :
rfxy = korelasi fenotip sifat x dan y
rgxy = korelasi genetik sifat x dan y
r2 fxy = kuadrat korelasi fenotip sifat x dan sifat y
r2 gxy = kuadrat korelasi genetik sifat x dan sifat y
db = derajat bebas (n-2)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada umumnya nilai Koefisien Variasi Genetik (KVG) menunjukkan kriteria sedang sampai tinggi pada ketiga persilangan, kecuali umur panen dan berat 1.000 biji pada persilangan Sbr 1 X Si 13, umur panen dan jumlah cabang per tanaman pada persilangan Sbr 1 X Si 22, sedangkan pada persilangan Sbr 1 X Si 26 nilai Koefisien Variasi Genetik kecil terdapat pada sifat umur berbunga, jumlah cabang per tanaman, dan berat 1.000 biji (Tabel 1), sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien Variasi Genetik mempunyai nilai cukup tinggi. Keadaan ini menunjukkan bahwa sebagian besar sifat yang diamati dari ketiga persilangan memperlihatkan peluang terhadap usaha-usaha perbaikan yang efektif melalui seleksi dengan memberikan keleluasaan dalam memilih genotip-genotip yang diinginkan, melalui penggalian kombinasi genetik-genetik baru. Selanjutnya RASYAD (1996) mengemukakan bahwa nilai koefisien keragaman genetik tinggi, maka factor genetik akan berpengaruh besar pada penampilan sifat tersebut. Nilai heritabilitas dalam arti luas untuk sifat tinggi tanaman dan umur panen dari ketiga persilangan mempunyai nilai tinggi.
Hal ini berarti bahwa peranan faktor genetic pada penampilan fenotip sangat besar, atau peranan lingkungan pada penampilan tersebut kecil. Sedangkan sifat umur berbunga, jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman, panjang polong, berat 1.000 biji, dan hasil biji
per tanaman meskipun ada variasi heritabilitasnya dari ketiga persilangan tetapi nilainya masih tinggi karena hanya satu persilangan yang nilai heritabilitasnya sedang. Ini berarti peranan genetik masih tinggi dan seleksi dapat dilakukan pada generasi awal.
HANSON (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut POESPODARSONO (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan. Untuk sifat jumlah biji per polong pada ketiga persilangan nilai heritabilitasnya sedang. Hal ini menunjukkanbahwa sifat ini tidak dapat digunakan sebagai criteria seleksi pada generasi awal, seleksi pada sifat tersebut lebih baik dilakukan pada generasi lanjut.
Hasil biji per hektar merupakan komponen utama tanaman wijen yang penting karena bernilai ekonomis. Hasil biji merupakan sifat yang diwariskan secara kuantitatif dan dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing mempunyai pengaruh sangat kecil. Dengan demikian seleksi yang ditujukan untuk perbaikan sifat hasil biji per hektar mempertimbangkan sifat-sifat yang lain (POESPODARSONO, 1988). Dalam menentukan sifat-sifat yang ada kaitannya dengan sifat yang dituju, maka diperlukan informasi hubungan antara sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat yang akan diperbaiki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi genotipik antara sifat hasil biji per hektar dengan sifat-sifat yang lain bervariasi pada ketiga persilangan, di mana korelasi genotipik berkisar dari – 0,59 sampai 0,99 (Tabel 1). Pada persilangan Sbr 1 X Si 13 terjadi korelasi genotipik positif nyata pada sifat tinggi tanaman, jumlah cabang per tanaman, dan jumlah biji per polong. Sedangkan pada persilangan Sbr 1 X Si 22 terjadi korelasi genotipik positif nyata antara hasil biji per hektar dengan tinggi tanaman dan jumlah biji per polong, serta korelasi genotipik positif sangat nyata dengan jumlah cabang per tanaman dan berat 1000 biji. Adanya hubungan antar satu sifat atau lebih sangat baik sebagai indikator untuk memperbaiki suatu sifat melalui sifat lainnya (PERMADI et al.,1993). Selanjutnya pada persilangan Sbr 1 X Si 26 terjadi korelasi genotip positif nyata antara hasil biji per hektar dengan jumlah polong per tanaman dan jumlah biji per polong, serta korelasi genotipik positif sangat nyata pada sifat berat 1.000 biji.
Penggunaan kriteria seleksi melalui korelasi sifat antara hasil biji per hektar dengan sifat penting lain lebih mantap apabila sifat-sifat yang dikorelasikan tersebut mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi. Pada persilangan Sbr 1 X Si 13 sifat tinggi tanaman dan jumlah per tanaman dapat digunakan sebagai kriteria seleksi tidak langsung untuk meningkatkan hasil biji per hektar, karena selain mempunyai nilai korelasi genotipik positif nyata juga mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Sedangkan pada persilangan Sbr 1 X Si 22 sifat tinggi tanaman dan berat 1000 biji dapat digunakan sebagai kriteria seleksi tidak langsung untuk meningkatkan hasil biji per hektar. Selanjutnya pada persilangan Sbr 1 X Si 26 sifat berat 1.000 biji dapat digunakan kriteria seleksi tidak langsung untuk meningkatkan hasil biji per hektar.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat yang diamati pada ketiga persilangan wijen memiliki variasi genetik yang cukup besar seperti sifat tinggi tanaman, jumlah buah, jumlah cabang, berat 1.000 biji dan hasil biji per hektar sehingga memberikan peluang terhadap usahausaha perbaikan genetik melalui seleksi maupun perbaikan genotip baru. Untuk seleksi tanaman wijen dari ketiga persilangan perlu memperhatikan sifat tinggi tanaman dan jumlah cabang pada persilangan Sbr 1 X Si 13, sifat tinggi tanaman dan berat 1.000 biji pada persilangan Sbr 1 X Si 22, serta sifat berat 1.000 biji pada persilangan Sbr 1 X Si 26, karena sifat-sifat tersebut mempunyai nilai koefisien korelasi genotipik dengan hasil biji per hektar dan mempunyai nilai heritabilitas tinggi.


Penetapan kadar air Benih

Penetapan Kadar air Benih
Cara penetapan kadar air yang berada pada tempat PKL saya di PP kerja Boyolali adalah :
Cara yang digunakan untuk mengetahui kadar air yang ada dalam benih padi adalah dengan menggunakan alat yang simpel yaitu :
Mouisture tester.Gambar dari alat tersebut adalah


Jadi pengujian yang kami lakukan adalah secara internal, dari hasil pengukuran kadar air yang kami lakukan akan kami bandingkan dengan hasil uji pihak BPSB, salah satu contoh yang dari kami lakukan adalah pengukuran kadar air pada padi ciherang dengan no lot 603/ Pndk.S.XII.08 hasil kadar air yang kami ukur adalah 10,3% sedangkan hasil dari pihak BPSB adalah 10.2% .
Jumlah dari mouisture tester yang ada di PP Kerja berjumlah 2. Dari penggunaan alat yang telah kami lakukan ini, hanya pada jenis benih padi. Tapi pada alat tersebut tertulis 5 jenis benih yang bisa diukur kadar airnya dengan alat tersebut.
Cara penetapan kadar air dengan moisture tester :
• Benih padi yang diambil contoh benihnya, dimasukkan dalam plastik yang kedap udara. Benih padi yang diambil contohnya ini, sebelumnya adalah benih padi yang akan diuji oleh pihak BPSB.
• Tempat dari mouisture tester sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu,agar tidak mempengaruhi hasil dari kadar air benih padi.
• Letakkan benih padi pada wadah moisture tester, lalu masukkan
• Kemudian tekan pada bagian atas dengan cara memutar – mutar alat penggiling, sampai terdengar suara benih yang telah hancur.
• Tekan pada tombol merah dan arahkan pada tulisan jenis benih padi.
• Catat hasil kadar air benih padi, kemudian masukan pada buku catatan pengujian internal PP Kerja, agar hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil pengujian dari BPSB.

Cara penetapan kadar air di BPSB satgas wil III Kediri yaitu dengan Metode Oven :
Gambar 4. Oven
Prosedur Kerja :
Langkah kerja dari penetapan kadar air benih adalah sebagai berikut:
1. Membersihkan alat dan cawan sebelum dipakai. Bila cawan dan tutup basah, maka harus dikeringkan dulu dalam oven pada suhu 130o C selama 1 jam
2. Meletakkan cawan dalam desikator selama ± 1 jam
3. Menyalakan oven dan mengatur suhunya hingga mencapai 130 o C-133 o C
4. Menimbang cawan serta tuttup sebelum digunakan (M1)
5. Menimbang benih sebanyak 5 gram
6. Menghancurkan benih menggunakan grinder
7. Menimbang cawan + tutup + benih (M2)
8. Memasukkan cawan ke dalam oven lalu ditutup dan dikeringkan selama 1 jam pada suhu 130 o C-133 o C
9. Setelah 1 jam cawan didinginkan dalam desikator selama ± 45 menit
10. Menimbang cawan + tutup + benih setelah dioven (M3)
11. Menghitung persentase kadar air benih dengan rumus sebagai berikut:


















12. mencatat hasil persentase kadar air benih pada buku kadar air yang dinyatakan dalam persentase dan ditulis dalam satu desimal
13. penetapan kadar air benih dilakukan secara duplo (dua kali ulangan)

Dengan menggunakan Dole 400
Gambar 5. Dole 400
Prosedur kerja
Langkah Kerja Dole 400 antara lain :
 Pastikan Dole 400 dalam keadaan stabil.
 Timbang berat contoh yang akan diukur kadar airnya sebanyak 140 gr.
 Masukkan contoh benih yang sudah ditimbang pada corong pemasukan.
 Lihat terlebih dahulu thermometer pengukur suhu danlihatlah berapa suhunya.
 Arahkan jarum penunjuk pada keadaan stabil
 Pencet tombol warna hitam di bagian bawah sambil arahkan jarum pengukur hingga berada tepat ditengah.
 Lihat point sesuai dengan pengukuran kadar air benih yang sedang diuji.
 Baca dan catat skala hasil pengukuran
 Keluarkan contoh bneih dengan menekan tombol yang berada dekat thermometer.
 Bersihkan kembali Dole 400 untuk siap digunakan kembali.


Pertanian Organik

Pertanian organik dapat meminimalisasikan dampak perubahan iklim di bumi “
Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.


Pada saat yang sama, pertanian organik merupakan solusi yang bisa diharapkan dapat meminimalisasi dampak perubahan iklim akibat pemanasan global bumi. Pertanian organik adalah sistem pertanian yang berorientasi ekologi, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sistem pertanian ini berpijak kepada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan. Beberapa bukti juga menjelaskan bahwa pertanian organik dapat meminimalisasi dampak perubahan iklim, diantaranya:
 Pertanian organik sebagai sistem pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan ternyata tidak hanya menghasilkan produk yang sehat. Pertanian yang mengutamakan keselarasan alam ini juga mempunyai potensi dalam mitigasi perubahan iklim. Penggunaan pupuk organik ternyata mampu mengurangi sekitar 30 % emisi gas rumah kaca (GRK) dan menghemat 16 % energi global. Tanpa penggunaan pupuk N akan mengurangi emisi nitroksida 5%. Laporan United Nations Food and Agriculture Organisation (FAO) 2002 menyebutkan, pertanian organik menyebabkan ekosistem mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim dan berpotensi mengurangi gas rumah kaca pertanian. Pertanian organik juga lebih efisien daripada pertanian konvensional per skala hektar berkaitan dengan konsumsi pupuk dan pestisida sintesis.

 Pertanian organik menggunakan energi fosil lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional. Dalam pertanian organik yang mengutamakan produksi konsumsi dan distribusi di tingkat lokal, menyebabkan energi yang dikeluarkan untuk mengangkut produk terutama melalui udara lebih rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tahun 2001, emisi gas GRK terkait transportasi pangan dari ladang lokal ke pasar petani, 650 kali lebih rendah dibandingkan emisi yang berkaitan dengan penjualan produk di pasar swalayan.
 Sementara itu uji coba yang dilakukan Rodale Institute menunjukkan, penggunaan energi dalam sistem konvensional 200% lebih tinggi daripada sistem organik. Sedangkan penelitian di Finlandia menyebutkan bahwa walaupun pertanian organik menggunakan jumlah jam mesin yang lebih banyak daripada pertanian konvensional, konsumsi energi keseluruhan di pertanian organik tetap paling rendah.

 Penggunaan pupuk organik juga dapat mengurangi pelepasan nitrogen (N). Dengan menggunakan sistem pemulsaan dan pupuk serasah, penyerapan N bergerak di tanah terjadi secara efisien. Pemulsaan dan pupuk serasah dapat berfungsi untuk:
o Menghemat air.
o Mencegah nutrisi dalam tanah mengalami pencucian dan penghanyutan oleh air hujan.
o Menghambat pertumbuhan gulma.
o Mencegah penyakit tanaman yang timbul akibat percikan air tanah oleh air hujan.
o Menjadi sumber humus.
o Memperlancar kegiatan jasad renik tanah seperti cacing tanah yang sangat membantu petani dalam penyuburan tanah.
o Mengurangi erosi tanah.
o Menghambat evaporasi (penguapan) tanah yang berlebihan karena adanya bahan pelindung terhadap radiasi matahari.
o Memperbesar kapasitas penyerapan air ke dalam pori-pori tanah.
o Mempertahankan kelembaban dan suhu tanah sehingga mendorong penyerapan unsur hara oleh akar-akaran.
o Mulsa yang telah lapuk akan memperkaya bahan organik tanah, sehingga dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.

 Pertanian organik dapat membantu menstabilkan perubahan iklim dengan mempertahankan kualitas tanah organik seperti mengurangi erosi tanah dan meningkatkan struktur fisik tanah. Tanah organik akan lebih baik menyimpan air sehingga dapat menahan dampak perubahan iklim seperti kekeringan dan banjir.

 Pertanian organik dapat mengoptimalkan jumlah dan aplikasi pupuk organik, mengintegrasikan produksi tanaman dengan binatang ternak dan daur ulang sampah organik secara sistematis, memperbaiki teknik pengolahan sampah organik untuk menghasilkan pupuk berkualitas tinggi, yaitu dengan melakukan pengomposan hewan dan tanaman. Dengan melalui pengomposan pelepasan residu dalam proses humification diminimalkan, selain itu pengomposan juga dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat C di bawah tanah. Sehingga dapat mengurangi CO2 di atmosfir. Selain itu pergiliran tanaman dan penanaman tanaman polong-polongan sebagai karakteristik pertanian organik juga membantu meningkatkan karbon organik tanah (oil organic carbon atau SOC). Hasil studi 20 perusahaan komersial California menemukan bahwa lahan organik mengandung 28 % lebih karbon organik. Demikian juga hasil uji coba Rodale Institute bahwa karbon tanah meningkat pada sistem organik setelah 15 tahun namun tidak pada sistem konvensional. Setelah 22 tahun, sistem pertanian organik rata-rata 30 % lebih tinggi kandungan organiknya daripada sistem konvensional.
Jadi Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat. Dan dengan menggunakan pertanian organik juga dapat meminimalisasikan dampak perubahan iklim di bumi.


Manfaat Klimatologi Bagi Pertanian

“ Manfaat Klimatologi Bagi Pertanian “
Pengertian Klimatologi
Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari iklim, dan merupakan sebuah cabang dari ilmu atmosfer. Dikontraskan dengan meteorologi yang mempelajari cuaca jangka pendek yang berakhir sampai beberapa minggu, klimatologi mempelajari frekuensi di mana sistem cuaca ini terjadi.


Dalam kehidupan sehari-hari, iklim akan mempengaruhi jenis tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan pada suatu kawasan, dan teknik budidaya yang dilakukan petani. Dengan demikian pengetahuan iklim sangat penting artinya dalam sektor pertanian. Hal ini tercermin dengan berkembangnya cabang klimatologi dan meteorology yang khusus dikaitkan dengan kegiatan pertanian yang disebut klimatologi pertania.
Iklim akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dan organisme lain yang hidup di muka bumi. Jenis dan sifat Iklim juga akan mempengaruhi jenis tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan pada suatu kawasan serta produksinya, penjadwalan budidaya pertanian, dan teknik budidaya yang dilakukan petani. Pengetahuan tentang iklim sangat penting artinya dalam sektor pertanian.
Manfaat Klimatologi Bagi Pertanian
Klimatologi merupakan ilmu tentang atmosfer. Mirip dengan meteorologi, tapi berbeda dalam kajiannya, meteorologi lebih mengkaji proses di atmosfer sedangkan klimatologi pada hasil akhir dari proses2 atmosfer.
Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing2 berarti kemiringan (slope) yg di arahkan ke Lintang tempat sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data2 yang banyak dehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang2 sering juga mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik (Tjasyono, 2004)
Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis2 dan sifat2 iklim bisa menentukkan jenis2 tanaman yg tumbuh pada suatu daerah serta produksinya.
Oleh karena itu kajian klimatologi dalam bidang pertanian sangat diperlukan. Seiring dengan dengan semakin berkembangnya isu pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan membuat para petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan masa panen. Untuk daerah tropis Indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian.
Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari.
Setiap tanaman pasti memerlukan air dalam siklus hidupnya, sedangkan hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman. Berubahnya pasokan air bagi tanaman yg disebabkan oleh berubahnya kondisi hujan tentu saja akan mempengaruhi siklus pertumbuhan tanaman. Itu merupakan contoh global pengaruh ikliim terhadap tanaman. Di indonesia sendiri akibat dari perubahan iklim, yaitu timbulnya fenomena El Nino dan La Nina. Fenomena perubahan iklim ini menyebabkan menurunnya produksi kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit bila tidak mendapatkan hujan dalam 3 bulan berturut-turut akan menyebabkan terhambatnya proses pembungaan sehingga produksi kelapa sawit untuk jangka 6 sampai 18 bulan kemudian menurun. Selain itu produksi padi juga menurun akibat dari kekeringan yang berkepanjangan atau terendam banjir. Akan tetapi pada saat fenomea La Nina produksi padi malah meningkat untuk masa tanam musim ke dua.
Selain hujan, ternyata suhu juga bisa menentukkan jenis2 tanaman yg hidup di daerah2 tertentu. Misalnya perbedaan tanaman yang tumbuh di daerah tropis, gurun dan kutub. Indonesia merupakan daerah tropis, perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau tidaklah seekstrim perbedaan suhu musim panas dan musim kemarau di daerah2 sub tropis dan kutub. Oleh karena itu untuk daerah tropis, klasifikasi suhu lebih di arahkan pada perbedaan suhu menurut ketinggian tempat. Perbedaan suhu akibat dari ketinggian tempat (elevasi) berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebagai contoh, tanaman strowbery akan berproduksi baik pada ketinggian di atas 1000 meter, karena pada ketinggian 1000 meter pebedaan suhu antara siang dan malam sangat kontras dan keadaan seperti inilah yg dibutuhkan oleh tanaman strowbery.
Jadi keeratan hubungan antara klimatologi dengan ilmu pertanian tercermin dengan berkembangnya cabang klimatologi yang khusus dikaitkan dengan kegiatan pertanian, yang disebut sebagai agroklimatologi. Agroklimatologi atau klimatologi pertanian adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara unsur-unsur iklim dengan proses kehidupan tanaman. Yang dipelajari dalam agroklimatologi adalah bagaimana unsur-unsur iklim itu berperan di dalam kehidupan tanaman. Unsur-unsur iklim yang langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman meliputi, curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, angin, cahaya dan panjang hari.


Penyerbukan Bunga

Penyerbukan Bunga
Teori pertama tentang sistem pewarisan yang dapat diterima kebenarannya dikemukakan oleh Gregor Mendel pada tahun 1865. Teori ini diajukan berdasarkan penelitian persilangan berbagai varietas kacang kapri (Pisum sativum). Dalam percobaannya Mendel memilih tanaman yang memiliki sifat biologi yang mudah diamati. Berbagai alasan dan keuntungan menggunakan tanaman kapri yaitu,

(a) Tanaman kapri tidak hanya memiliki bunga yang menarik, tetapi juga memiliki mahkota yang tersusun sehingga melindungi bunga kapri terhadap fertilisasi oleh serbuk sari dari bunga yang lain. Hasilnya, tiap bunga menyerbuk sendiri secara alami; (b) Penyerbukan silang dapat dilakukan secara akurat dan bebas, dapat dipilih mana tetua jantan dan betina yang diinginkan; (c) Mendel dapat mengumpulkan benih dari tanaman yang disilangkan, kemudian menumbuhkannya dan mengamati karakteristik (sifat) keturunannya.
Mendel mempelajari beberapa pasang sifat pada tanaman kapri. Masing-masing sifat yang dipelajari adalah: tinggi tanaman, warna bunga, bentuk biji, dan lain-lain yang bersifat dominan dan resesif. Mula-mula Mendel mengamati dan menganalisis data untuk setiap sifat, dikenal dengan istilah monohibrid. Selain itu Mendel juga mengamati data kombinasi antar sifat, dua sifat (dihibrid), tiga sifat (trihibrid) dan banyak sifat (polihibrid). Hasil percobaannya ditulis dalam makalah yang berjudul Experiment in Plant Hybridization.
Varietas-varietas yang disilangkan disebut tetua atau parental (P). Biji-biji hasil persilangan antar parental disebut biji filial-1 (F1). Ciri-ciri F1 dicatat dan bijinya ditanam kembali. Tanaman yang tumbuh dari bij F1 dibiarkan menyerbuk semdiri untuk menghasilkan biji generasi berikutnya (F2). Dalam percobaannya Mendel mngamati sampai generasi F7, dan juga melakukan persilangan antara F1 dengtan salah satu tetuanya (test cross).
Hasil percobaan monohibrid menunjukkan bahwa pada seluruh tanaman F1 hanya ciri (sifat) dari alah satu tetua yang muncul. Pada generasi F2, semua ciri yang dipunyai oleh tetua (P) yang disilangkan muncul kembali. Ciri sifat tetua yang hilang pada F1 terjadi karena tertutup, kemudian disebut ciri resesif, dan yang menutupi disebut dominan. Dari seluruh percobaab monohibrid untuk 7 sifat yang diamati, pada F2 terdapat perbandingan yang mendekati 3:1 antara jumlah individu dengan ciri dominan:resesif.
Sebagai salah satu kesimpulan dari percobaan monohibridnya, Mendel menyatakan bahwa setiap sifat organisme ditentukan oleh faktor, yang kemudian disebut gen. Faktor tersebut kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam setiap tanaman terdapat dua faktor (sepasang) untuk masing-masing sifat, yang kemudian dikenal dengan istilah 2 alel; satu faktor berasal dari tetua jantan dan satu lagi berasal dari tetua betina. Dalam penggabungan tersebut setiap faktor tetap utuh dan selalu mempertahankan identitasnya. Pada saat pembentukkan gamet, setiap faktor dapat dipisah kembali secara bebas. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Hukum Mendel I, yaitu hukum segregasi. Perbandingan pada F2 untuk ciri dominan : resesif = 3 : 1, terjadi karena adanya proses penggabungan secara acak gamet-gamet betina dan jantan dari tanaman F1. Bukti-bukti Mendel untuk menjelaskan teori partikulat mengenai pewarisan: (a) Persilangan tanaman tinggi dan pendek; (b) Pada generasi F1 semua keturunan (zuriat) berbatang tinggi; (c) Pada generasi F2 26% berbatang pendek dan 74% berbatang tinggi.

Penyerbukan
Penyerbukan atau polinasi adalah transfer serbuk sari/polen ke kepala putik (stigma). Kejadian ini merupakan tahap awal dari proses reproduksi (Ashari,1998).
Menurut Elisa (2004) penyerbukan merupakan :
- Pengangkutan serbuk sari (pollen) dari kepala sari (anthera) ke putik (pistillum)
- Peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) di atas kepala putik (stigma).
Bunga merupakan alat reproduksi yang kelak menghasilkan buah dan biji. Di dalam biji ini terdapat calon tumbuhannya (lembaga). Terjadi buah dan biji serta calon tumbuhan baru tersebut karena adanya penyerbukan dan pembuahan. Penyerbukan merupakan jatuhnya serbuk sari pada kepala putik (untuk golongan tumbuhan berbiji tertutup) atau jatuhnya serbuk sari langsung pada bakal biji (untuk tumbuhan berbiji telanjang) (Sutarno dkk,1997).
Menurut Ashari (1998) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar proses polinasi berjalan lancar dengan hasil optimal, antara lain :
1.Sistem penyilangan (breeding system) dan variasi jenis kelamin yang menentukan perlunya penyerbukan silang.
2.Saat penyebaran serbuk sari, reseptimatis stigma induk bunga, seluruh tanaman/ pohon yang dikaitkan dengan aktivitas harian serta musiman vektor penyebuk.
3.Vektor yang berperan dalam penyerbukan.
4.Pengaruh cuaca terhadap sinkronisasi pembungaan, penyebaran serbuk sari, serta aktivitas vektor.
Macam penyerbukan di alam
Menurut Elisa (2004) penyerbukan dapat dibedakan menjadi :
1.Penyerbukan tertutup ( kleistogami )
Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama. Dapat disebabkan oleh :
• Putik dan serbuk sari masak sebelum terjadinya anthesis (bunga mekar)
• Konstruksi bunga menghalangi terjadinya penyerbukan silang (dari luar), misalnya pada bunga dengan kelopak besar dan menutup. Contoh : familia Papilionaceae
2.Penyerbukan terbuka(kasmogami)
Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda. Hal ini dapat terjadi jika putik dan serbuk sari masak setelah terjadinya anthesis (bunga mekar)
Beberapa tipe penyerbukan terbuka yang mungkin terjadi :
a.Autogamie : putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama
b. Geitonogamie: putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda, dalam pohon yg sama
c. Allogamie (Silang): putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain yg sejenis
d. Xenogamie (asing): putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain yg tidak sejenis
Beberapa tipe bunga yang memungkinkan terjadinya penyerbukan terbuka :
a.Dikogami
Putik dan benang sari masak dalam waktu yang tidak bersamaan.
•Protandri : benang sari lebih dahulu masak daripada putik
•Protogini : putik lebih dahulu masak daripada benang sari
b.Herkogami
Bunga yang berbentuk sedemikian rupa hingga penyerbukan sendiri tidak dapat terjadi. Misal Panili yang memiliki kepala putik yang tertutup selaput (rostellum).
c.Heterostili
Bunga memiliki tangkai putik (stylus) dan tangkai sari (filamentum) yg tidak sama panjangnya
• tangkai putik pendek (microstylus) dan tangkai sari panjang
• tangkai putik panjang (macrostylus) dan tangkai sari pendek
Tanaman yang mempunyai nilai strategis yang sangat penting, pada umumnya, tidak mempunyai masalah dalam penyerbukan, misalnya tanaman pangan (Padi,Jagung,Palawija dan kedelai). Pada umumnya tanaman tersebut bersifat self fertile, artinya menghasilkan tepung sari yang subur demikian juga putiknya. Jenis bunga tanaman pangan seperti padi, kedelai da kacang hijau adalah sempurna, yaitu dalam sekuntum bunga terdapat bunga jantan (stamen) dan bunga betina (pistil). Hal tersebut memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri (self pollination). Di sisi lain, sekelompok tanaman yang pada umumnya tanaman buah-buahan tahunan bersifat self infertile. Ketidaksuburan tepung sari maupun ketidaknormalan putik menyebabkan permasalahan dalam proses penyerbukan maupun pembuahannya (Ashari,2004).
Pada proses penyerbukan, apabila bunga dalam suatu tanaman memiliki tepung sari yang tidak subur maka bunga tersebut memerlukan tepung sari lain yang subur. Ada juga tanaman yang mempunyai bunga sempurna,namun susunan morfologi bunga tidak memungkinkan terjadinya self pollination, misalnya terpisahnya bunga jantan dan bunga betina (salak dan kurma) atau halangan fisik lainnya Dengan demikian, jenis tanaman tersebut memerlukan polinator baik yang alami seperti angin, serangga, atau hewan mamalia maupun manusia untuk memindahkan tepung sari dari kepala sari ke kepala putiknya.
a. Bunga Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2009 Indonesia akan menempati posisi pertama.
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri dari tiga lapisan:
• Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
• Mesoskarp, serabut buah
• Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
b. Bunga Salak
Tanaman S. zalacca var. zalacca umumnya berumah dua (diesis) karena perbungaan jantan dan perbungaan betina terdapat pada tanaman berbeda sehingga tanaman salak yang memiliki perbungaan jantan saja tidak pernah menghasilkan buah. Selama ini S. zalacca var. amboinensis digolongkan sebagai tanaman monoesis karena memiliki bunga jantan dan bunga betina terpisah, namun terdapat dalam satu tanaman (Schuiling & Mogea 1992).
C.bunga kelapa
d. Bunga Anggrek
Anggrek bersifat hermaphrodit, yaitu pollen (serbuk sari) dan putik terdapat didalam satu bunga, sedangkan sifat kelaminnya adalah monoandrae (kelamin jantan dan betina terletak pada satu tempat) sehingga anggrek termasuk tanaman yang mudah mengalami penyerbukan. Penyerbukan dapat terjadi secara tidak sengaja oleh alam, misalnya serangga. Jatuhnya serbuk sari ke kepala putik akan menyebabkan terjadinya penyerbukan, proses ini lebih mudah terjadi pada tipe bunga anggrek yang memiliki zat perekat pada putiknya (discus viscidis). Bunga anggrek yang tidak memiliki zat perekat disebut polinia, sedangkan bunga anggrek yang memiliki perekat disebut polinaria.
Persilangan dilakukan dengan membuka alat kelamin bunga (gymnostemium) anggrek. Lidi atau tusuk gigi ditempelkan pada lempeng perekat di putik bunga, kemudian digunakan untuk mengambil pollen. Pollen diletakkan di kepala putik (stigma). Persilangan yang diikuti dengan penyerbukan diakhiri dengan membuang lidah bunga untuk menghindari serangga menggagalkan penyerbukan, dan memberikan label pada hasil persilangan tersebut.
Persilangan buatan yang dilakukan antar genus hanya baik dilakukan untuk bunga dengan tipe pollen yang sama, yaitu antara polinia-polinia (misal: Cattleya dengan Dendrobium) atau polinaria-polinaria (misal: Vanda dengan Phalaenopsis). Selain itu, faktor kesesuaian (compatibility) juga menentukan factor keberhasilan dalam proses penyerbukan.
Pemilihan tanaman induk tentunya disesuaikan dengan hasil yang diinginkan dalam suatu proses persilangan. Secara garis besar tanaman induk harus sehat, yang dicirikan dengan penampilan fisik segar, hijau, tumbuh tegak, kuat dan kokoh.
Untuk dapat menghasilkan persilangan yang diinginkan, maka perlu diketahui sifat-sifat yang dimiliki oleh tanaman induknya. Sifat-sifat ini ada yang bersifat dominan (sifat yang kuat dan menonjol) dan sifat-sifat yang tidak nampak (resesif, misalnya keawetan bungan dan proses pembungaannya. Sifat-sifat yang diturunkan oleh induk dari hasil persilangan F1 (keturunan pertama) dapat bersifat dominan, resesif ataupun dominan tidak sempurna yaitu mempunyai sifat antara kedua induk (parental). Dalam menghasilkan persilangan yang berkualitas, maka perlu diketahui hukum-hukum keturunan yang dikemukakan oleh Mendel, yaitu:
1. Hukum Dominansi ; apabila tanaman A bersifat dominan terhadap tanaman B, hasil persilangan A x B maka F1-nya akan menyerupai A
2. Hukum Segregasi (hukum Mendel) ; jika tanaman B dan C mempunyai sifat dominan tidak sempurna maka F1 akan mempunyai sifat campuran antara sifat tanaman B dan C. Apabila F1 dilakukan penyerbukan sendiri, maka keturunan F2-nya kemungkinan 50% bersifat BC, 25% bersifat B, dan 25% bersifat C
3. Hukum Dominansi Bebas ; jika tanaman D dan E bersifat dominant sempurna, maka keturunan F1 akan sama dengan induknya, namun pada keturunan F2 akan terjadi pemisahan sifat, yaitu sifat-sifat yang baik akan diturunkan terpisah dengan yang tidak baik. Pada hokum ini akan timbul kesulitan jika terjadi linkage dari gen-gen pembawa sifat.
4. Linkage ; merupakan peristiwa yang menyalahi ketiga hukum diatas, yaitu apabila semua gen penyandi sifat yang berbeda terdapat dalam satu kromosom, sehingga sifat-sifatnya selalu diturunkan bersama-sama.
e. Bunga Jagung
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).


ImportanT,,,!!^_^

Glitter Text Generator at TextSpace.net