"Tak Selamanya Awan Mendung Menjadi Hujan “
Awan
Uap air yang dihasilkan melalui proses evapotranspirasi (penguapan langsung air dari permukaan tanah dan penguapan air melalui tumbuhan) akan bergerak ke lapisan atas troposfer bumi.
Suhu udara pada lapisan troposfer bumi akan semakin rendah dengan bertambahnya ketinggian. Penurunan suhu udara akan mempercepat tercapainya kejenuhan uap air pada udara tersebut, berarti akan merangsang terjadinya kondensasi. Kondensasi ini dapat terjadi lebih cepat, jika tersedia partikel-partikel halus yang bersifat higroskopis sehingga dapat berfungsi sebagai inti kondensasi. Inti kondensasi inilah yang akan mengikat molekul-molekul air disekitarnya untuk membentuk butiran air. Jika suhu udara berada di bawah titik beku air, maka kristal es juga dapat terbentuk. Kumpulan butiran air atau kristal es yang tersuspensi di udara pada ketinggian lebih dari 1 km, yang banyak jumlahnya dan terlihat melayang-layang tinggi di udara inilah yang disebut dengan awan.
Jadi yang dimaksud dengan awan yaitu hasil kondensasi uap air setelah uap air mengalami penurunan suhu. Penurunan suhu terjadi karena beberapa hal anatara lain : pendinginan permukaan bumi dan naiknya udara sampai ketinggian tertentu yang disebabkan oleh adanya pemanasan, adanya pegunungan atau proses-proses konvergensi udara.
Penyebaran Awan
Biasanya identik dengan penyebaran hujan dan penyebaran awan biasanya dinyatakan dalam nilai keawanan yaitu gambaran dari besarnya bagian langit yang tertutup awan dengan satuan perdelapan atau persepuluh. Dekat equator, keawanan cukup tinggi yang merupakan daerah konvergen Sekitar lintang 20-300 , keawanan sangat rendah yang merupakan daerah devergen Sekitar lintang 600, keawanan rata-rata terbesar. Variasi harian keawanan di atas daratan, keawanan maksimum terjadi pada siang sampai sore hari sedang di atas lautan terjadi pada saat malam hari
Awan itu dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan ketinggiannya, yaitu:
Awan tinggi, yaitu awan yang terdapat pada ketinggian 7 km dari permukaan laut, terdiri dari cirrus, cirrosrtatus dan cirrocumulus.
Awan pertengahan, ada pada ketinggian 2 km ke atas dari permukaan laut tetapi kurang dari 7 km, terdiri dari alto stratus dan alto cumulus.
Awan rendah, ada pada ketinggian kurang dari 2 km dari permukaan laut, terdiri dari strato cumulus, stratus, dan nimbo stratus.
Awan yang berkembang vertikal, pada ketinggian 1-2 km dari permukaan laut, terdiri dari cumulus dan cumulo nimbus.
Keterangan:
Awan stratus : awan ini berbentuk pipih dan berwarna abu-abu.
Awan cumulus : awan ini mempunyai bentuk dasar yang rata dan bentuk bagian atasnya mirip kubis bunga (cauliflower). Awan ini diperlukan untuk terjadinya hujan.
Awan cumulonimbus dapat menyebabkan hujan lebat.
Awan cirrus : awan ini berwarna putih, tipis, berserat dan terdiri dari kristal es.
Hujan
Hujan adalah air yang jatuh ke permukaan bumi sebagai akibat terjadinya kondensasi dari partikel-pertikel air di langin/awan. Awan yang terbentuk sebagai hasil dari kondensasi uap air akan terbawa oleh angin, sehingga berpeluang untuk tersebar ke seluruh permukaan bumi.
Pembentukan Hujan
Supaya dapat menghasilkan hujan butir-butir awan harus tumbuh menjadi cukup besar sehingga gaya berat cukup untuk melawan arus udara naik. Ada beberapa teori yang membahas pembentukan hujan diantaranya teori Bergeron dan teori Tumbukan & Penyatuan (Collision).
Sifat Hujan
Sifat hujan ditetapkan berdasarkan pada perbandingan antara jumlah curah hujan dalam sebulan dengan nilai rata-rata atau normalnya pada bulan yang bersangkutan di suatu tempat.
Tipe-tipe Hujan
Berdasar gerakan udara naik untuk membentuk awan tipe hujan dapat digolongkan
menjadi :
Hujan Konveksi
Dihasilkan dari naiknya udara hangat dan lembab dengan proses penurunan suhu secara adiabatik. Hujan biasanya lebat tapi pada daerah yang terbatas dan sering disertai guntur. Hujan yang demikian kurang efektif bagi pertanian tetapi sangat efektif untuk timbulnya erosi.
Hujan Orografik
Dihasilkan oleh naiknya udara lembab secara paksa oleh dataran tinggi atau pegunungan. Curah hujan di dataran tinggi biasanya lebih tinggi daripada dataran rendah sekitarnya terutama pada arah hadap angin (windward)
Hujan Gangguan
Tipe hujan yang termasuk dalam kelompok hujan gangguan adalah hujan siklonik dan hujan frontal.
Awan mendung menjadi hujan ?
Karakteristik hujan sangat bervariasi dari tempat ke tempat, hari ke hari, dan bulan ke bulan, dan juga dari tahun ke tahun.
Banyak yang mengatakan, jika awan mendung itu berarti hujan, namun tak semua awan yang mendung akan menjadi hujan kenapa.? Ukuran butiran air yang berasal dari awan akan jatuh ke bumi dengan beragam ukuran . Butiran air yang berdiameter lebih dari 0,5 mm akan sampai ke permukaan bumi dan dikenal sebagai air hujan. Ukuran butiran antara 0,2–0,5 mm akan juga sampai ke permukaan bumi, dikenal sebagai gerimis (drizzel), sedangkan ukuran butiran yang kurang dari 0,2 mm tidak akan sampai ke permukaan bumi karena akan menguap dalam perjalanannya menuju permukaan bumi.
Supaya dapat menghasilkan hujan butir-butir awan harus tumbuh menjadi cukup besar sehingga gaya berat cukup untuk melawan arus udara naik.
Tak selamanya awan yang mendung akan menjadi hujan, karena jika dilihat awan hanya sekedar mendung tetapi ukuran dari awan besar atau tidaknya,telah dijelaskan diatas agar mendapatkan butir – butiran, awan harus tumbuh besar, dalam arti awan harus besar dan memiliki ukuran yang cukup besar,agar berat yang dimiliki awan dapat melawan arus naik udara. Pola dari curah hujan di suatu wiliyah juga menentukan apakah awan yang mendung akan menjadi hujan atau tidak ?
Pola curah hujan disuatu daerah ( Indonesia ) dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satu diantaranya adalah :
Keberadaan dua benua yang mengapit kepulauan Indonesia, yakni Benua Asia dan Benua Australia akan mempengaruhi pola pergerakan angin di wilayah Indonesia. Arah angin sangat penting peranannya dalam mempengaruhi pola curah hujan. Jika angin berhembus dari arah Samudera Pasifik atau Samudera Indonesia, maka angin tersebut akan membawa udara lembab ke wilayah Indonesia yang akan mengakibatkan curah hujan di wilayah Indonesia menjadi tinggi, sebaliknya jika angin berhembus dari arah daratan Benua Asia dan Benua Australia, angin tersebut akan mengandung sedikit uap air (kering) sehingga proses kondensasi secara alamiah tidak dapat berlangsung, Akibatnya tentu saja tidak akan terjadi hujan.
Keberadaan deretan pegunungan. Pegunungan merupakan penghalang fisik bagi pergerakan angin. Jika angin lembab pegerakannya terhalang oleh keberadaan pegunungan, maka curah hujan untuk sisi arah datang angin lembab akan tinggi dan pada sisi pegunungan di sebelahnya curah hujan akan sangat rendah. Daerah dengan curah hujan rendah ini disebut daerah bayangan hujan. Sebagai contoh Pegunungan Bukit Barisan di Pulau Sumatera berada pada posisi tegak lurus terhadap arah angin yang membawa udara lembab dari Samudera Indonesia. Sebagai akibatnya, curah hujan pada wilayah pantai barat pulau Sumatera (di sebelah barat Pegunungan Bukit Barisan) sangat tinggi, sedangkan untuk wilayah di sebelah timur Bukit Barisan curah hujannya jauh lebih rendah.
Jadi banyak yang menjadi faktor, apakah awan yang mendung akan menjadi hujan atau tidak. Pada pembahasan diatas telah menjelaskan sedikit dari hujan dan awan yang saling berhubungan. Dengan demikian kesimpulan yang dapat diambil adalah tak selamanya awan yang mendung menjadi hujan.
Anemometer
Alat ini sangat sederhana sekali, pembacaan arah angin bertiup dapat dilihat skala mata angin yang dipasang pada bagian bawah alat.
Kemana arah panah menunjuk berate pada arah tersebutlah angin bertiup. Untuk pembacaan kecepatan angin sesaat dilakukan dengan melihat bagian papan besi bergerak seberapa jauh menunjukan ke bujur pengukur. Alat pembacaan kecepatan angin terletak dibagian atas pengukur arah angin sehingga ketika pengukur arah angin berputar alat ini juga ikut berputar. Skala pembacaan dalam m/detik. Tinggi alat ini sekitar 15 meter dengan tiang penyangga besi. Kekurangan alat ini adalah kurang peka terhadap pengukuran angin dengan kecepatan rendah dan ketelitiannya rendah, sedangkan kelebihannya pembacaan mudah dilakukan dan data tidak perlu diolah kembali.
1. Pengukuran Suhu Udara dan Kelembaban Udara
Alat yang digunakan untuk mengukur temperatur dikenal dengan nama termometer. Di stasiun klimatologi BB Padi Sukamandi termometer yang biasa digunakan di lapangan adalah :
a. Temperatur maksimum digunakan termometer gelas air raksa atau termograf bimetal
b. Temperatur minimum digunakan termometer gelas alkohol atau termograf bimetal
c. Temperatur bola basah/kering digunakan termometer gelas air raksa
Masing-masing termometer diatas ditempatkan didalam sangkar cuaca.
a) Sangkar Cuaca
Termometer jarang ditempatkan di udara terbuka. Termometer dan termograf membutuhkan perlindungan dari sinar matahari langsung tetapi harus sedikit mungkin mengurangi angin. Untuk ini biasanya dibuat sangkar yang disebut dengan sangkar cuaca yang dapat melindungi alat dari matahari, salju, kabut dan hujan serta gangguan binatang. Sangkar cuaca ini harus dilengkapi dengan ventilasi yang baik, bebas dari pergerakan udara baik dari samping maupun arah vertikal.
Alat ini terbuat dari kayu dengan berbagai bentuk dan ukuran, baik bagian dalam maupun bagian luarnya dicat putih. Bentuknya menyerupai rumah, dengan ukuran disesuaikan dengan jumlah dan macam alat pengukur yang diletakkan di dalamnya. Sangkar dipasang di taman alat dengan pintu terletak di Utara atau di Selatan agar bila dibuka pada pagi atau sore hari alat tidak kena sinar matahari langsung. Sangkar cuaca pada bagian lantainya tertutup dan untuk memudahkan pengamatan dipasang dengan ketinggian kira-kira 120 cm diatas permukaan tanah yang berumput pendek. Pemasangan sangkar harus kokoh tidak boleh terganggu goncangan.
Termometer maksimum
Termometer maksimum adalah termometer untuk mengetahui temperatur tertinggi selama waktu yang diamati. Termometer ini merupakan termometer gelas air raksa biasa kecuali pada tabung kapiler yang mendekati bola tempat air raksa atau reservoarnya dibuat sekat menyempit atau di bagian atas cairan ada jarum penunjuk dari bahan kaca sebagai indek pembacaan. Pada saat temperatur naik, air raksa naik terdorong melalui penyempitan tadi atau mendorong jarum penunjuk sampai temperatur maksimum dicapai dan bila temperatur turun kembali air raksa yang melawati penyempitan tidak kembali lagi atau jarum penunjuk atau indek tadi tetap berada di posisi maksimum atau tidak ikut turun, sehingga apabila akan digunakan untuk pengukuran berikutnya alat harus diset kembali dengan cara alat atau termometernya dikibas-kibaskan. Ujung sebelah atas termometer dipegang dan tangan lurus setinggi bahu kemudian ayunlah ke bawah dengan cepat dan hati- hati, maka air raksa atau indeknya akan turun karena adanya daya sentrifugal. Pengukuran dengan alat ini dilakukan setiap jam 17.30 sore. Termometer ini dipasang mendatar ditempatkan pada bagian bawah termometer minimum. Termometer ini memiliki kelebihan yaitu kerusakan alat jarang terjadi karena faktor penggunaan yang salah misalnya pecahnya kaca termometer, sehingga kehilangan data karena kerusakan alat dapat diminimalisir sebab pencatatan data dilakukan setiap saat. Termometer ini juga memiliki kekurangan yaitu pembacaan yang dilakukan termometer ini lambat.
Termometer minimum
Temperatur minimum digunakan untuk mengukur suhu terendah dalam suatu periode pengukuran umumnya diukur dengan menggunakan termometer gelas alkohol, yang mempunyai titik beku –114.9 °C. Pada alkohol dalam tabung kecil terdapat jarum penunjuk sebagai indek pembacaaan. Pada saat temperatur turun kontraksi dari alkohol akan mendorong indek tadi dan temperatur minimum diperlihatkan oleh posisi ujung indek sebelah kanan atau yang berlawan dengan reservoar. Pada saat temperatur naik, cairan berkembang dan mengalir melewati indek, dan posisi indek tetap pada posisi minimum. Di dalam sangkar cuaca termometer minimum ini dipasang dalam posisi hampir mendatar dengan kemiringan kira-kira 3° dengan reservoar berada di ujung bawah. Pembacaan mendekati 0,1 °C. Pengamatan temperatur minimum dilakukan pagi hari jam 06.30 karena suhu terendah adalah pada malam hari, sehingga pembacaaan baru dapat dilakukan pada pagi hari. Kelebihan dan kekurangan alat ini sama dengan temperature maksimum.
4) Termometer bola basah dan bola kering
Termometer bola basah dan bola kering adalah dua thermometer gelas air raksa biasa yang dipasang tegak, dimana yang satu dibagian reservoarnya dibalut dengan kain yang dapat menyerap air, seperti kain kaos atau kain perban yang dicelupan kedalam air di gelas yang disimpan di bawah termometer, sebagai thermometer bola basah dan yang satu lagi tidak di apa apakan sebagai termometer bola kering. Dengan mengetahui temperatur bola basah dan bola kering melalui tabel konversi yang sudah tersedia dapat ditentukan kelembaban udara di tempat. Pengukuran waktu pengamatan dilakukan 3 kali sehari, yaitu pagi hari pkl 06.30, siang hari pkl 13.30 dan sore hari pkl 17.30, sehingga diperoleh data kelembaban udara pagi hari, siang hari dan sore hari. Kelebihan penggunaan alat ini adalah dapat digunakan dengan mudah tanpa memerlukan keahlian khusus, sedangkan kekurangannya pembacaan suhu udara lambat dan pengukuran kelembaban harus diolah kembali dari data yang diperoleh.
Cara mengukur suhu udara harian dan kelembaban harian dari alat tersebut adalah :
a. Dari termometer minimum yang dibaca pada pagi hari jam 06.30 akan didapat suhu udara minimum hari itu.
b. Dari termometer maksimum yang dibaca pada sore hari akan didapat suhu udara maksimum pada hari itu.
c. Dari termometer bola kering akan didapat suhu udara sesaat misalnya pagi hari, siang hari, atau sore hari.
d. Dari termometer bola basah dan bola kering akan didapat kelembaban udara harian. Hasil pengukuran termometer bola kering dikurangi dengan hasil pengukuran suhu pada bola basah. Nilai selisih ini kemudian menghasilkan presentase kelembaban nisbi dengan bantuan table kelembaban.
Cara mengukur suhu udara mingguan di stasiun klimatologi tidak dilakukan tetapi dilakukan setiap 10 hari. Dengan cara hasil pengukuran suhu harian diambil suhu rata-rata per 10 hari. Cara mengukur suhu udara bulanan, yaitu dari hasil rata-rata suhu udara per bulan.
2. Pengukuran Kecepatan Angin Rata-rata, Kecepatan Angin Sesaat dan Arah Angin
Untuk pengukuran kecepatan angin rata-rata digunakan alat cup counter anemometer, kecepatan angin sesaat dan arah angin digunakan alat pengukur kecepatan dan pengukur arah angin sederhana (anemometer).
a. Cup counter anemometer
Alat ini terdiri dari tiga cawan yang dibuat berbentuk kerucut dihubungkan oleh lengan yang dihubungkan oleh as. Alat ini dipasang pada tiang penyangga dengan tinggi 2 meter terbuat dari besi, posisi tiang penyangga benar-benar tegak lurus (vertikal). Pada alat dilengkapi dengan alat penghitung jumlah putaran (counter) yang telah dikalibrasi dalam satuan km/jam. Alat ini kurang peka terhadap kecepatan angin lemah (<0,5 m/detik), tetapi kekurangan ini dapat diabaikan dalam praktik dan data hasil pengukuran masih harus diolah kembali. Kelebihannya adalah pembacaan dengan alat ini mudah dilakukan. Pengukuran kecepatan angin dengan alat ini dilakukan dengan melihat penghitung jumlah putaran (counter) pada waktu pagi hari pkl 06.30, siang hari pkl 13.30 dan sore hari pkl 17.30, sehingga diperoleh data kecepatan angin pagi hari, siang hari dan sore hari.
Cara pehitungannya yaitu selisih hasil pengukuran pada sore hari (pengukuran hari kemarin) dan hasil pengukuran pagi hari dibagi jumlah jam (misalnya pengukuran sore hari dilakukan pkl 17.30 dan pagi hari pkl 06.30 maka dari pkl 17.30 sampai pkl 06.30 adalah 13 jam) maka akan didapat hasil kecepatan udara pagi hari. Untuk penghitungan kecepatan angin siang hari dihitung dari selieih kecepatan angin pagi hari dan siang hari dibagi jumlah jam, dan begitu seterusnya.