Heritabilitas tanaman

Heritabilitas Pada Tanaman
Heritabilitas merupakan salah satu pertimbangan paling penting dalam melakukan evaluasi tanaman, metode seleksi dan system persilangan. Heritabilitas secara lebih spesifik merupakan bagian dari keragaman total pada sifat – sifat yang disebabkan oleh perbedaan genetic diantara individu – individu tanaman yang diamati.
Heritabilitas merupakan perbandingan antara ragam genetic terhadap ragam fenotipik, dengan ragam fenotipik dipengaruhi oleh factor genetic dan lingkungan.




 Variasi genetik, Heritabilitas , Dan kolerasi Genotipik Sifat – sifat Penting Tanaman wijen (Sesamum indicum L.)

Penelitian ini merupakan pengujian terhadap genotip-genotip hasil persilangan tanaman wijen, dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipik beberapa sifat penting hasil persilangan tanaman wijen. Penelitian dilakukan di Kebun
Percobaan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur pada bulan April 2002 – Agustus 2003. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sebagian besar sifat yang diamati mempunyai variasi genetik yang cukup besar, (2) nilai heritabilitas (dalam arti luas) tinggi terdapat pada sifat tinggi tanaman,
umur berbunga, umur panen, jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman, panjang polong, berat 1000 biji, dan hasil biji per hektar, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria seleksi pada generasi awal, dan (3) korelasi genotipik terhadap hasil biji per hektar terjadi pada sifat tinggi tanaman dan berat 1000 biji pada persilangan Sbr 1 X Si 13, sedangkan
pada persilangan Sbr 1 X Si 22, dan Sbr 1 X Si 26 terjadi korelasi genotipik antara hasil biji per hektar dengan tinggi tanaman dan jumlah cabang per tanaman.
Wijen merupakan tanaman penghasil biji yang digunakan untuk pendukung utama aneka industri termasuk industri makanan dan minyak makan yang berkadar lemak jenuh rendah, sehingga cocok dikonsumsi bagi penderita kolesterol tinggi (DESAI dan GOYAL, 1981). Minyak wijen pada umumnya dapat digunakan sebagai minyak salad dan minyak goreng. Di samping itu minyak wijen mengandung anti oksidan, sesamin dan sesamolin, sehingga dapat
disimpan lebih dari satu tahun (SUDDIYAM dan MANEEKHAO, 1997).
Di Indonesia produksi wijen mulai tahun 1987 mulai menurun, sehingga pada tahun 1988 mengimpor sebesar 940.450 ton biji dan 133.729 ton minyak (BPS, 2001). Selanjutnya pada tahun 2001 sekitar 10.265 ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya 10.000 ton. Produktivitas wijen di tingkat petani masih sangat rendah, rata-rata 350 kg per hektar (SUPRIJONO et al., 1994). Hasil tersebut masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara penghasil wijen lainya. DESAI dan GOYAL (1981) menyatakan bahwa di India mampu menghasilkan antara 1.200 – 1.400 kg per hektar, sehingga produtivitas wijen di Indonesia perlu ditingkatkan. Salah satu usaha perbaikan wijen adalah dengan melakukan seleksi pada suatu populasi dengan keragaman genetik cukup tinggi. Apabila suatu karakter memiliki keragaman genetik cukup tinggi, maka setiap individu dalam populasi hasilnya akan tinggi pula, sehingga seleksi akan lebih mudah untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Oleh sebab itu, informasi keragaman genetik sangat diperlukan untuk memperoleh varietas baru yang diharapkan (HELYANTO et al., 2000).
Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar (BAHAR dan ZEIN, 1993). Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetic atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipik sifat-sifat penting tanaman wijen. Hasil dari penelitian ini sangat penting dalam program pemuliaan tanaman wijen.

BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Tanaman Tembakau dan Serat Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dengan ketinggian 110 m di atas permukaan laut, jenis tanah Regosol dengan pH 5,5 – 6,5. Penelitian dilaksanakan bulan April 2002 – Agustus 2003. Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 10 genotip berasal dari 4 genotip tetua yaitu P1 varietas Sbr 1 sebagai tetua betina, P2 (galur Si 13), P3 (galur Si 22), dan P4 (galur Si 26) sebagai tetua jantan, 3 genotip berasal dari F1 hasil persilangan Sbr 1 x Si 13, Sbr 1 x Si 22 dan Sbr 1 x Si 26, 3 genotip berasal dari F2 hasil persilangan Sbr 1 x Si 13, Sbr 1 x Si 22 dan Sbr 1 x Si 26 diulang 3 kali sehingga diperoleh 30 petak percobaan di mana setiap petak berukuran 4 x 10 m dengan jarak tanam 60 x 25 cm. Pengamatan dilakukan pada 100 tanaman contoh setiap petak. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman pada umur 30, 60 dan 90 HST, umur berbunga, umur panen, jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman, panjang polong, jumlah biji per polong, berat 1.000 biji dan hasil biji per hektar. Tetua jantan mempunyai sifat tahan penyakit busuk pangkal batang, dan ruang polongnya lebih besar. Sedangkan tetua betinanya mempunyai sifat produksi tinggi tapi rentan terhadap penyakit dan ruang polongnya lebih pendek. Variasi genetik untuk semua sifat yang diamati dihitung dari koefisien keragaman genetik dan koefisien keragaman fenotip menurut rumus SINGH dan CHAUDARY (1977) sebagai berikut :
 Keragaman fenotip
√σ2f
KVF = x 100%
X
 Keragaman genotip
√σ2g
KVG = x 100%
X
di mana :
σ2f = ragam fenotip
σ2g = ragam genetik
X = rata-rata umum
Berdasarkan kriteria MILIGAN et al. (1996), koefisien keragaman genetik dibagi dalam tiga kategori yaitu :
- Besar (KVG ≥ 14,5%)
- Sedang (5% ≤ KVG < 14,5%)
- Kecil (KVG < 5%)
Pendugaan nilai heritabilitas dalam arti luas untuk sifat-sifat yang diamati, diduga dengan menggunakan rumus menurut ALLARD, (1960) :
σ2F2 – (σ2P1 + σ2P2 + σ2F1)/3
h2 =
σ2F2
di mana :
h2 = heritabilitas dalam arti luas
σ2F1 = ragam populasi F1
σ2F2 = ragam populasi F2
σ2P1 = ragam populasi P1
σ2P2 = ragam populasi P2
Selanjutnya heritabilitas diklasifikasikan menurut MC WHIRTER, (1979), sebagai berikut:
- Tinggi (H ≥ 0,50)
- Sedang (0,20 ≥ H > 0,50)
- Kecil (H < 0,20)
Untuk mengetahui keeratan hubungan secara genetic antara karakter yang diamati digunakan rumus korelasi sederhana dari SINGH dan CHAUDARY (1977). Di mana koefisien genotipik pasangan sifat-sifat adalah sebagai berikut :
kov.fxy
rfxy =
(σ2fx.σ2fy)0,5

kov.gxy
rgxy =
(σ2gx.σ2gy)0,5
di mana :
rfxy = korelasi fenotip antara sifat x dan sifat y
rgxy = korelasi genetik antara sifat x dan sifat y
kov.fxy = kovarian fenotip antara sifat x dan sifat y
kov.gxy = kovarian genetik antara sifat x dan sifat y
σ2yx = ragam fenotip sifat x
σ2gx = ragam genetik sifat x
σ2yy = ragam fenotip sifat y
σ2gy = ragam genetik sifat y
Keberhasilan koefisien korelasi di atas dilakukan berdasarkan t-student dari SINGH dan CHAUDARY, (1977) sebagai berikut :
rfxy
t =
(1-r2 fxy/db)0,5

rgxy
t =
(1-r2 gxy/db)0,5
di mana :
rfxy = korelasi fenotip sifat x dan y
rgxy = korelasi genetik sifat x dan y
r2 fxy = kuadrat korelasi fenotip sifat x dan sifat y
r2 gxy = kuadrat korelasi genetik sifat x dan sifat y
db = derajat bebas (n-2)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada umumnya nilai Koefisien Variasi Genetik (KVG) menunjukkan kriteria sedang sampai tinggi pada ketiga persilangan, kecuali umur panen dan berat 1.000 biji pada persilangan Sbr 1 X Si 13, umur panen dan jumlah cabang per tanaman pada persilangan Sbr 1 X Si 22, sedangkan pada persilangan Sbr 1 X Si 26 nilai Koefisien Variasi Genetik kecil terdapat pada sifat umur berbunga, jumlah cabang per tanaman, dan berat 1.000 biji (Tabel 1), sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien Variasi Genetik mempunyai nilai cukup tinggi. Keadaan ini menunjukkan bahwa sebagian besar sifat yang diamati dari ketiga persilangan memperlihatkan peluang terhadap usaha-usaha perbaikan yang efektif melalui seleksi dengan memberikan keleluasaan dalam memilih genotip-genotip yang diinginkan, melalui penggalian kombinasi genetik-genetik baru. Selanjutnya RASYAD (1996) mengemukakan bahwa nilai koefisien keragaman genetik tinggi, maka factor genetik akan berpengaruh besar pada penampilan sifat tersebut. Nilai heritabilitas dalam arti luas untuk sifat tinggi tanaman dan umur panen dari ketiga persilangan mempunyai nilai tinggi.
Hal ini berarti bahwa peranan faktor genetic pada penampilan fenotip sangat besar, atau peranan lingkungan pada penampilan tersebut kecil. Sedangkan sifat umur berbunga, jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman, panjang polong, berat 1.000 biji, dan hasil biji
per tanaman meskipun ada variasi heritabilitasnya dari ketiga persilangan tetapi nilainya masih tinggi karena hanya satu persilangan yang nilai heritabilitasnya sedang. Ini berarti peranan genetik masih tinggi dan seleksi dapat dilakukan pada generasi awal.
HANSON (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut POESPODARSONO (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan. Untuk sifat jumlah biji per polong pada ketiga persilangan nilai heritabilitasnya sedang. Hal ini menunjukkanbahwa sifat ini tidak dapat digunakan sebagai criteria seleksi pada generasi awal, seleksi pada sifat tersebut lebih baik dilakukan pada generasi lanjut.
Hasil biji per hektar merupakan komponen utama tanaman wijen yang penting karena bernilai ekonomis. Hasil biji merupakan sifat yang diwariskan secara kuantitatif dan dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing mempunyai pengaruh sangat kecil. Dengan demikian seleksi yang ditujukan untuk perbaikan sifat hasil biji per hektar mempertimbangkan sifat-sifat yang lain (POESPODARSONO, 1988). Dalam menentukan sifat-sifat yang ada kaitannya dengan sifat yang dituju, maka diperlukan informasi hubungan antara sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat yang akan diperbaiki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi genotipik antara sifat hasil biji per hektar dengan sifat-sifat yang lain bervariasi pada ketiga persilangan, di mana korelasi genotipik berkisar dari – 0,59 sampai 0,99 (Tabel 1). Pada persilangan Sbr 1 X Si 13 terjadi korelasi genotipik positif nyata pada sifat tinggi tanaman, jumlah cabang per tanaman, dan jumlah biji per polong. Sedangkan pada persilangan Sbr 1 X Si 22 terjadi korelasi genotipik positif nyata antara hasil biji per hektar dengan tinggi tanaman dan jumlah biji per polong, serta korelasi genotipik positif sangat nyata dengan jumlah cabang per tanaman dan berat 1000 biji. Adanya hubungan antar satu sifat atau lebih sangat baik sebagai indikator untuk memperbaiki suatu sifat melalui sifat lainnya (PERMADI et al.,1993). Selanjutnya pada persilangan Sbr 1 X Si 26 terjadi korelasi genotip positif nyata antara hasil biji per hektar dengan jumlah polong per tanaman dan jumlah biji per polong, serta korelasi genotipik positif sangat nyata pada sifat berat 1.000 biji.
Penggunaan kriteria seleksi melalui korelasi sifat antara hasil biji per hektar dengan sifat penting lain lebih mantap apabila sifat-sifat yang dikorelasikan tersebut mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi. Pada persilangan Sbr 1 X Si 13 sifat tinggi tanaman dan jumlah per tanaman dapat digunakan sebagai kriteria seleksi tidak langsung untuk meningkatkan hasil biji per hektar, karena selain mempunyai nilai korelasi genotipik positif nyata juga mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Sedangkan pada persilangan Sbr 1 X Si 22 sifat tinggi tanaman dan berat 1000 biji dapat digunakan sebagai kriteria seleksi tidak langsung untuk meningkatkan hasil biji per hektar. Selanjutnya pada persilangan Sbr 1 X Si 26 sifat berat 1.000 biji dapat digunakan kriteria seleksi tidak langsung untuk meningkatkan hasil biji per hektar.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat yang diamati pada ketiga persilangan wijen memiliki variasi genetik yang cukup besar seperti sifat tinggi tanaman, jumlah buah, jumlah cabang, berat 1.000 biji dan hasil biji per hektar sehingga memberikan peluang terhadap usahausaha perbaikan genetik melalui seleksi maupun perbaikan genotip baru. Untuk seleksi tanaman wijen dari ketiga persilangan perlu memperhatikan sifat tinggi tanaman dan jumlah cabang pada persilangan Sbr 1 X Si 13, sifat tinggi tanaman dan berat 1.000 biji pada persilangan Sbr 1 X Si 22, serta sifat berat 1.000 biji pada persilangan Sbr 1 X Si 26, karena sifat-sifat tersebut mempunyai nilai koefisien korelasi genotipik dengan hasil biji per hektar dan mempunyai nilai heritabilitas tinggi.


0 Response to "Heritabilitas tanaman"

Posting Komentar

KOmENtarnya yang bagus ya,,,,,,
kritik dan saran pasti diterima,,,,,,

ImportanT,,,!!^_^

Glitter Text Generator at TextSpace.net